Minggu, 17 Oktober 2010

Welcome drink edisi 32

Hallo Lamprozers.. Jumpa lagi di triwulan terakhir tahun 2010 ini. Kita sudah menapaki bulan Oktober & November dengan begitu cepat. Pada triwulan terakhir ini kita dikejutkan dengan maraknya kejadian-kejadian yang terjadi di sekeliling kita, mulai dari terungkapnya jaringan terorisme, peledakan bom, perselisihan antar umat beragama, perselisihan Indonesia dengan negara tetangga, sampai fenomena alam, cuaca ekstrim, turunnya permukaan tanah di Jakarta, longsor & bencana alam di berbagai tempat, kecelakaan kereta api, dsb. Semua ini menandakan moral yang semakin rusak & diikuti dunia yang semakin rusak pula. “THE WAR” adalah tema Lampros kali ini, walaupun ini adalah topik yang sangat sulit & terus menjadi perdebatan semua orang sampai saat ini namun sangat penting bagi kita semua sebagai orang Kristen memiliki prinsip yang benar tentang hal ini. Lampros mencoba memaparkan pandangan-pandangan yang ada. Karena luasnya topik ini, Lampros mengkhususkannya pada perang fisik secara nyata.

Nah di tengah-tengah dunia ini bagaimana sikap orang Kristen seharusnya? Apakah prinsip yang Alkitab katakan tentang perang & bagaimana kita menyikapi jika kita suatu saat diperhadapkan dengan kondisi perang nyata. Bahkan ketika dalam sehari-hari kita juga seringkali tanpa sadar ada dalam kondisi serupa entah dengan sesama ataupun dengan rekan kita yang beda agama dengan kita. Bagaimana cara dunia ini mencari bentuk kedamaian? Akankah dunia bisa mendapatkan kedamaian lewat jalan peperangan? Mari kita simak pembahasan ini bersama-sama, semoga membantu & menjadikan kita semua para pemberita kabar baik & pencipta kedamaian dimanapun kita berada. Selamat membaca. (AT)

PERANG: BOLEHKAH?

Ev. Chelcent Fuad

Untuk apakah perang? Filsuf ternama, Aristoteles, pernah menulis, “We make war that we may live in peace.” Menurutnya, perdamaian tidak selalu dapat dicapai dengan usaha damai. Perang, dalam berbagai kasus, adalah salah satu alat perdamaian! Tentu tidak semua orang setuju dengan Aristoteles. Sebut saja John. F. Kennedy yang anti-perang. Kennedy meramalkan kehancuran umat manusia bila manusia tidak mengakhiri hobi manusia berperang. Perang bahkan dituding oleh Paus Yohanes XXIII sebagai kejahatan yang tidak sesuai dengan gaya hidup kekristenan. Ia memperingatkan, “For the Christian who believes in Jesus and his gospel, war is an iniquity and a contradiction.”

Telah sejak lama gereja terganggu oleh pertanyaan mengenai perang. Benarkah perang, dalam kasus-kasus tertentu, harus dilakukan untuk menggapai perdamaian? Apakah peperangan selalu berakhir tragis dan destruktif terhadap kemashalatan umat manusia? Apakah perang dan kehidupan Kristen adalah inkompatibel dan kontradiktif? Dapatkah seorang tetap menjadi Kristen dan melayani negara sebagai prajurit? Bagaimanakah kekristenan sepanjang sejarah bersikap terhadap perang? Lantas, bagaimanakah ajaran Alkitab, khususnya pandangan Tuhan Yesus, terhadap perang? Berikut ini dipaparkan secara ringkas dua pandangan utama perihal sikap kekristenan terhadap perang, yakni pasifisme dan just war theory, dan bagaimana kita menyikapi kedua pandangan tersebut.

PASIFISME: ANTI-KEKERASAN

Pasifisme adalah pandangan yang berpendapat bahwa berdasarkan prinsip iman Kristen, tidak ada satu pun perang atau penggunaan kekerasan yang dapat dibenarkan, sekalipun dengan alasan kemanusiaan. Seorang Kristen harus selalu menentang perang dalam kondisi apapun. Posisi ini berangkat dari kesadaran akan adanya pertentangan antara konsep perang dalam Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Di dalam Keluaran 20, TUHAN mengatur suatu hukum perang yang berisi kekerasan tingkat tinggi, yakni ”haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata pedang” (Ul. 20:13). Hal yang kontras diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam Khotbah di Bukit: ”Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:43-44). Tuhan Yesus juga memberkati orang-orang yang membawa damai (Mat. 5:9) dan memerintahkan murid-Nya untuk memasukkan ”pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Mat. 26:52). Tuhan Yesus sendiri telah menjadi teladan agung seorang pasifis yang rela menerima kejahatan manusia tanpa membalas.

Atas dasar PB, para penganjur pasifisme merasa bahwa hukum perang di PL yang sarat kekerasan telah dianulir oleh hukum kasih yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Tertulianus, seorang bapa gereja abad ketiga, mengatakan bahwa pengajaran Kristus dalam Khotbah di Bukit bila dibandingkan dengan hukum di PL merupakan penyingkapan maksud Allah yang sebenarnya, yaitu bahwa pembalasan adalah hak Allah. Richard B. Hays yang membela pasifisme menegaskan bahwa jika ada prinsip moral PL yang bertentangan dengan PB, maka prinsip moral di PB bersifat normatif dan melampaui hukum moral di PL. Intinya, karena PB mengajarkan prinsip anti-kekerasan, maka perang tidak diperkenankan sama sekali walaupun pernah diizinkan dalam PL.

Pada praktiknya, pasifisme tidak hanya satu jenis. Ada beberapa varian Pasifisme yakni: (1) Pasifisme Universal yang menganggap semua kekerasan dan pembunuhan dalam kasus apapun, baik secara personal, nasional, maupun internasional, adalah kesalahan yang tidak dapat ditolerir. (2) Pasifisme Kristen yang membedakan antara orang Kristen dan non-Kristen. Menurut kelompok ini, orang Kristen tidak diperbolehkan melakukan kekerasaan apapun, namun orang non-Kristen dapat melakukannya dalam kasus tertentu. (3) Pasifisme Pribadi menolak kekerasan atas nama pribadi namun menyetujui perang atas perintah negara yang berlandaskan alasan-alasan tertentu. (4) Pasifisme Anti-Perang yang menolak perang jenis apapun namun mengizinkan kekerasan pribadi demi mempertahankan hak-haknya.

Bagi penentang pasifisme, posisi pasifis mengandung bahaya. Sikap anti-kekerasan seorang Kristen pasifis, khususnya varian (1), (2), dan (3), yang bertolak belakang dengan dunia yang penuh kekerasan akan menempatkannya dalam situasi tidak mengenakkan. Orang Kristen tidak boleh menggunakan kekerasan untuk membela diri maupun orang lain sehingga ini tidak ada bedanya dengan bunuh diri. Namun penganut teori pasifisme punya jawaban yang bagus untuk menjawab kekuatiran ini. Hays menulis bahwa walaupun posisi ini berbahaya, namun orang Kristen perlu mengambil posisi pasifis karena ini merupakan tindakan ketaatan terhadap Allah yang juga telah mengizinkan Anak-Nya untuk mati di atas kayu salib. Ia percaya bahwa ketika kita memilih untuk taat kepada Allah, maka kita dapat berharap rencana Allah yang penuh kasih, yang dinyatakan lewat pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib, kendati kita belum mampu melihatnya..

JUST WAR THEORY: TEORI PERANG SUCI

Just war theory adalah pandangan yang percaya ada perang atau penggunaan kekerasan yang dibenarkan demi alasan kemanusiaan. Alasannya, walaupun kasih adalah karakter utama orang Kristen, namun pelaksanaan kasih di dalam dunia yang telah rusak ini tidak dapat dilepaskan dari aspek keadilan yang adakalanya mengandung kekerasan. Penganjur ajaran just war theory setuju bahwa semua perang adalah jahat. Oleh sebab itu, mereka tidak mencoba membenarkan perang, tapi memberikan prinsip-prinsip yang membawa perang itu tidak terlalu jauh melampaui batas-batas keadilan sehingga dapat mengurangi kekerasan yang lebih lanjut.

Adalah Agustinus, seorang bapa gereja abad keempat, yang dianggap sebagai pencetus just war theory. Pada masa itu, kekaisaran Romawi menuduh orang Kristen bertanggungjawab atas melemahnya kekuatan militer negara akibat doktrin kekristenan yang menekankan kasih, kerendahan hati, dan kesabaran terhadap musuh. Demi mendengar tuduhan tersebut, Agustinus menulis sebuah buku terkenal bertajuk City of God yang isinya menjelaskan bahwa kekristenan tidak meniadakan patriotisme, melainkan mengangkat semangat itu hingga pada level ketaatan iman. Menurutnya, perang di dalam PL menunjukkan bahwa Allah memakai perang tertentu untuk membalas kejahatan banga-bangsa tertentu, termasuk Israel. Alih-alih dicap sebagai kejahatan, perang demikian malah dianggap sebagai tindakan kasih (an act of love) karena mencegah dosa yang lebih besar. Kasih tidak selalu bertentangan dengan penggunaan kekerasan, demikian pikir Agustinus. Lagipula, di dalam PB tidak pernah ada perintah untuk meninggalkan profesi keprajuritan yang sarat kekerasan, bahkan beberapa profesi menyinggung profesi prajurit (mis. Luk. 3:14-15; Mat. 8:5-13; Kis. 10:1-11:18). Teolog besar lain yang mendukung teori ini adalah dua bapa reformator gereja, yaitu Martin Luther dan John Calvin. Martin Luther bersikukuh bahwa tanpa militer mustahil perdamaian dapat dijaga. Ia meyakini perang harus dilakukan dalam kasus ketidakadilan dan memulihkan perdamaian yang terkoyak oleh kejahatan. John Calvin sebagaimana dituangkan dalam magnum opus-nya, “Institutes of the Christian Religion” juga sepakat bahwa pemerintah memiliki hak untuk mempertahankan perdamaian pemerintahannya dengan mengandalkan persenjataan dan perang.

Walaupun diizinkan, perang tidak dapat serta merta dilakukan seenak perut orang yang menginginkannya. Thomas Aquinas, teolog besar dari abad 12 memberikan beberapa pedoman pelaksanaan perang suci. Pertama, perang yang benar harus disetujui oleh pihak yang berotoritas yakni pemerintah yang sah. Kedua, perang dapat dilakukan hanya atas dasar alasan yang benar. Ketiga, perang harus dilakukan dengan maksud yang baik untuk mencapai kebaikan dan menghindari kejahatan yang lebih besar.

PASIFISME VERSUS JUST WAR THEORY DALAM SEJARAH GEREJA

Kendati tradisi pasifisme dipegang oleh gereja mula-mula, harus diakui ada beberapa fakta yang menunjukkan keterlibatan orang Kristen dalam aktivitas militer kekaisaran Romawi. Keterlibatan orang Kristen dalam kemiliteran kekaisaran Romawi semakin memuncak pada abad keempat, yakni ketika Kaisar Konstantinus bertobat menjadi Kristen dan kekristenan menjadi agama nasional. Apalagi pada waktu itu sedang ada serangan dari suku Barbar sehingga orang Kristen tidak dapat lagi menikmati keamanan hanya dengan berpangku tangan. Sementara itu, dukungan bagi orang Kristen untuk terlibat dalam perang juga didengungkan oleh bapa gereja kala itu, Agustinus, sehingga secara teoritis dimungkinkan untuk menjadi seorang Kristen sekaligus prajurit.

Permulaan abad pertengahan diwarnai oleh pandangan pasifisme. Kala itu, menjadi ksatria bukanlah posisi yang istimewa karena pasifisme merupakan pandangan yang dominan. Akan tetapi memasuki abad 11, gereja mengambil sikap yang lebih terbuka terhadap perang yang pada akhirnya berujung pada Perang Salib. Pada 1095 di Council of Claremont, Paus Urban II mendorong umat Kristen untuk menyetujui rencana perang demi membebaskan Timur Tengah dari kekuasaan orang-orang kafir Turki. Di dalam khotbahnya, orang-orang Turki itu dituduh telah melecehkan dan menodai keristenan serta memperkosa para wanita Kristen. Paus Urban II menjanjikan pengampunan dosa bagi mereka yang meresponi panggilan perang suci dari gereja. Dengan demikian, pasifisme ditinggalkan dan just war theory menjadi populer.

Pada era Renaissance dan Reformasi, kerajaan-kerajaan di Eropa terbagi-bagi ke dalam dinasti-dinasti monarki yang memunculkan persaingan di antara raja-raja. Alhasil, perang tidak dapat dihindarkan. Bila perang-perang di abad pertengahan adalah antara kekristenan melawan orang kafir, maka pada masa ini peperangan terjadi di antara negara Kristen. Peperangan sesama Kristen ini meresahkan banyak teolog, salah satunya Erasmus yang menegaskan bahwa tidak ada hal lain yang lebih bertentangan dengan ajaran Kristus selain perang. Di masa ini terjadi kebangkitan kelompok-kelompok pasifis yang menentang perang, seperti Kelompok Persaudaraan Swiss, Anabaptis, Mennonite, dan the Quakers. Akan tetapi para reformator seperti Martin Luther dan John Calvin tetap yakin pada just war theory.

YANG MANAKAH YANG BENAR: PASIFISME ATAU JUST WAR THEORY?

Dari pemaparan sejarah gereja di atas, tampak kedua pandangan terhadap perang ini muncul silih berganti dan tak jarang berselisih secara tajam. Yang manakah yang benar? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan setidaknya dua isu utama pertikaian antara kubu pasifisme dan kubu just war theory. Pertama, apakah kaitan antara hukum moral dalam PL dan PB? Apakah benar hukum kasih dalam PB telah membatalkan hukum perang dalam PL? Kedua, Apakah hubungan antara kasih dan keadilan, khususnya dalam dunia yang telah jatuh ke dalam dosa ini? Pasifisme menekankan kasih secara mutlak sedangkan penganut just war theory mengangkat isu keadilan sebagai pelengkap aspek kasih.

Isu pertama harus dipahami dari Matius 5:17-20. Di dalam perikop tersebut, Tuhan Yesus menyatakan tiga sikap-Nya (dari sudut pandang PB) terhadap hukum PL. Pertama, di ayat 17 Ia menyatakan bahwa kedatangan-Nya bukan untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi, melainkan untuk menggenapinya. Jadi ajaran Yesus tidak menggagalkan PL, namun menyingkapkan maksud Allah di dalam PL, termasuk dalam kasus hukum perang. Kedua, ayat 18 menegaskan bahwa selama belum lenyap langit dan bumi ini, tidak ada satu iota atau satu titik pun yang akan ditiadakan dari hukum Taurat. Artinya, kita tidak dapat berkata hukum tertentu telah dibatalkan oleh Allah dalam PB. Ketiga, ayat 19-20 mengindikasikan pentingnya hukum Taurat untuk mencapai hidup yang lebih tinggi (benar) daripada orang-orang Farisi. Artinya, mengajar dan melakukan hukum Taurat merupakan tempat yang terhormat dalam PB. Ketiga hal ini menjadi masalah besar buat pasifis bila menganggap prinsip moral dalam PL tidak berlaku lagi sebab dengan demikian ia harus membuang sebagian besar PL; sedangkan penganut just war theory tidak akan mengalami masalah dengan ini. Namun perlu dicamkan oleh penganut just war theory, konsep perang dalam PL sangat berbeda dengan perang-perang yang dialami oleh manusia sepanjang sejarah sehingga mereka tidak dapat serta merta menarik garis paralel antara perang di PL dengan perang masa kini. Pada hakikatnya, yang ditekankan oleh PL bukanlah ”perang” itu sendiri, melainkan sikap Allah terhadap dosa dan kejahatan. Lagipula, ada indikasi yang kuat dalam PB bahwa perang tetap merupakan sarana sosial untuk berurusan dengan dosa, ketidakadilan, dan kekacauan, yakni melalui pemerintah yang berasal dari Allah (Rm. 13:1-7) dan melalui kehadiran peran prajurit dalam komunitas orang percaya (Mat. 8:5-13; Luk. 3:12-14; Kis. 10:22).

Isu yang kedua berkaitan dengan hubungan antara keadilan dan kasih. Henry Stobb menegaskan adanya hubungan timbal balik antara kasih dan keadilan yang tidak mungkin dipisahkan. Kasih di dalam dunia yang telah rusak selalu menuntut keadilan. Masyarakat yang mengasihi adalah masyarakat yang dapat mewujudkan keadilan sosial, dan di lain pihak, keadilan sosial adalah sarana yang kondusif bagi pelaksanaan kasih. Hal ini didasarkan atas sikap Allah terhadap umat-Nya yang tidak hanya menekankan kasih semata, namun juga keadilan. Ia yang penuh kasih juga merupakan ”api” yang menghanguskan bagi mereka yang terus hidup dalam kefasikan (Ul. 4:24; Ibr. 12:29). Tidak boleh ada penekanan yang tidak seimbang pada salah satu aspek karakter Allah. Prinsip kasih dan keadilan ini memberi peluang bagi perang yang bisa dibenarkan, namun kompleksnya isu perang ini tetap merupakan isu yang tidak dapat digampangkan dan perlu dikaji secara serius. Kompleksitas ini juga diperparah dengan fakta bahwa walaupun motivasi perang sudah benar, namun pada praktiknya ada banyak pelanggaran yang dilakukan bahkan oleh orang-orang Kristen karena natur kemanusiaannya yang berdosa. Tambahan pula, pada zaman perang nuklir seperti ini, sulit untuk melakukan just war karena tidak ada batasan lagi dalam target pemusnahan massal.

JADI BAGAIMANA?

Dari pembahasan di atas, tampaknya posisi just war theory lebih dapat diterima. Namun ini tidak berarti pasifisme perlu dipertentangkan dengan just war theory. Penganut pasifisme dan just war theory sama-sama merupakan kelompok yang berangkat dari asumsi perdamaian secara aktif. Pasifisme, sama seperti just war theory, bukanlah posisi pasif, namun justru dengan aktif memperjuangkan perdamaian. Bedanya, pasifisme bertindak secara ideal menurut hukum moral dalam Khotbah di Bukit, sedangkan just war theory mencoba hidup realistis dalam dunia yang telah rusak dengan menyadari adanya paradoks antara yang ideal (yang belum digenapi secara penuh di masa kini) dan yang realistis (yakni bahwa dunia telah berdosa dan belum dipulihkan secara utuh). Sambil menunggu penggenapan dunia yang sempurna lewat kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali, marilah kita mengingat peringatan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, ”Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (Rm. 12:18)

The War

Lamprozers tentu sudah tidak asing lagi mendengar nama pemuda yang sering dijuluki “sang maestro” ini. Dengan rambutnya yang khas & logat Jawanya yang kental, dosen di Universitas Pelita Harapan ini telah melanglang buana sampai ke Manila & Belanda… (bukan untuk balas dendam karena dijajah tentunya…) tapi untuk mengharumkan nama Indonesia di mata internasional…melalui musik yang ia cintai. Ia pernah menjabat sebagai sebagai pengurus kerohanian di Gereja GKI Jatinegara, sampai saat ini masih melayani pemusik, kepanitiaan, dsb. Mulai dari aransemen lagu, conducting paduan suara & orchestra, piano, keyboard dan juga gitar… sampai main drama…entah keahlian apa lagi yang Ia punya… sepertinya masih banyak lagi… hmmmh kali ini Lampros menantangnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar “perang”… mau tahu pendapat pemuda yang akrab kita panggil San-San…. Yuks mari kita simak wawancara di bawah ini,


Biodata:

Nama lengkap : Matius Shan Boone

TTL : 8 november 1985

Profesi saat ini : Kepala departemen musik komposisi UPH Karawaci

Pelayanan saat ini : Tim ensemble mini orkestra GKI JJ

Gereja saat ini : GKI JJ

Hobi : Maen musik, menyanyi hymn, baca buku, pelihara reptile, nonton TV, travelling.

Makanan & minuman favorit : Kepiting goreng, segala macam seafood, dan es lidah buaya.

Film favorite : Jurassic Park, Lion King, Moulin Rouge.

Music & lagu favorite : Classical and contemporary music, hymn, khususnya Day by day..

Ayat mas : Roma 8:28:… Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Pertanyaan:

L: Sebutkan pendapatmu tentang perang secara umum.

M: Perang merupakan hasil dari adanya pertentangan atau konflik perbedaan paham ideologi. Kadang, bisa dari hal sepele, misal perbedaan kelompok gang menimbulkan tawuran yang menurut saya juga semacam perang, hingga masalah besar seperti perbedaan ras maupun agama. Dan seringkali kita melihat bahwa sumber pertikaian secara akal sehat seringkali berasal dari masalah sepele, misalkan perebutan tanah Palestina yang notabene tanah kecil dibanding seluruh wilayah Israel Palestina, hingga menimbulkan perang berlarut-larut sampai masa kini dan akhirnya menimbulkan berjuta-juta kerusakan. Meski hanya bersumber dari hal tidak seberapa, tetapi seringkali memuat perbedaan besar dalam masalah ideology.

L: Dalam Alkitab Perjanjian Lama, Allah menyertai bangsa Israel dalam berperang. Bagaimana pendapatmu?

M: Allah menyertai peperangan Israel bukan berarti bahwa Allah berat sebelah dan menyukai peperangan. Tapi disana Allah menunjukkan bahwa kebenaran patut diagungkan dan Israel dipilih menjadi duta Allah sendiri, meski harus melalui perang. Allah tetap mengampuni bangsa yang mau tunduk pada kedaulatannya, seperti bangsa Niniwe pada masa Yunus.

L: Jika Allah yang maha kasih & sumber damai, mengapa sampai saat masih ada peperangan di dunia ini?

M: Peperangan timbul karena manusia dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri untuk menguasai yang lain, tidak mau kalah, dan beroleh kejayaan-kejayaan melalui kuasanya. Dan Allah menghendaki manusia untuk menjaga kedamaian dunia. Kita dipercaya Allah untuk menjalankan dunia ini, bisa untuk membangun, atau malah bisa meruntuhkannya. Dan dunia dikuasai oleh hawa nafsunya, tapi Tuhan menjanjikan dunia yang baru dan juga penyertaanNya di bumi ini.

L: Menurutmu apakah orang kristen boleh berperang (dalam arti perang fisik) dalam konteks jika ia bertugas sebagai prajurit negara?

Boleh, kita boleh berperang dengan tujuan yang benar. Kita boleh berperang untuk melindungi negara kita dari serangan jahat. Kita boleh berperang untuk melindungi dan menjaga keselamatan banyak warga Negara kita. Yang tidak boleh dilakukan adalah kalau kita berperang untuk menjajah dan menguasai Negara lain, untuk mengeksploitasi sumber Negara lain.

L: Bagaimana pendapatmu jika seseorang berperang mengatasnamakan suatu agama atau Tuhan? Jelaskan pandanganmu.

M: Mereka yang berperang mengatasnamakan agama atau tuhannya harus mengingat beberapa hal. Satu, apakah tindakannya sesuai hukum yang diajarkan agamanya. Saya rasa meski setiap agama berbeda, tetapi ada satu hukum moral yang mengajar untuk mengasihi orang lain dan tidak menebarkan kebencian dan kerusakan. Kedua, apakah mereka menyadari bahwa tindakan mereka sesuai dengan kehendak Tuhan yang hakiki. Apakah Tuhan menghendaki mereka untuk menghancurkan secara “membabi buta”. Seringkali mereka yang mengatasnamakan Tuhan sesungguhnya adalah kelompok yang paling tidak mengenal tentang ajaran agamanya. Dan tugas kita adalah untuk menghancurkan kuasa-kuasa jahat yang berusaha menguasai manusia dengan ketakutan melalui perang dan terror.

L: Sejauh pengetahuanmu perang apakah yang paling mengerikan yang pernah terjadi di muka bumi ini?

M: Perang Dunia II. Perang yang timbul karena kebencian seorang oknum yang menjalar ke berbagai dunia. Hitler buat saya salah seorang tokoh yang paling kharismatik, tapi juga yang paling menghancurkan yang pernah ada. Karena dia, hanya 1 dari 3 orang Yahudi pada masanya yang selamat, Jepang hancur lebur, Eropa jatuh dalam kerusakan berat. Perang yang timbul karena mereka men-Tuhankan ras-nya sendiri.

L: Menurutmu bagaimana orang kristen harus memandang & bersikap tentang perang?

M: Orang Kristen harus ingat bahwa kita bertempur bukan menghadapi pemerintahan-pemerintahan, tetapi pada roh-roh yang melayang di angkasa. Perlawanan kita melawan kuasa jahat yang memepengaruhi dunia. Orang Kristen tidak boleh diam pasif, tetapi dia harus berperang melawan hawa nafsunya untuk menguasai yang lain dan tidak mau kalah, yang sekarang ini menjadi filosofi dunia, seperti setiap orang harus jadi pemimpin, tidak boleh di ekor, siapa menang dia dapat, dll. Perang dapat dihindarkan jika setiap orang memiliki inisiatif untuk menaklukkan dirinya kepada kasih dan kehendak Tuhan, dan kita sebagai umat Kristen dipanggil untuk menjadi garam dalam hal ini juga.

L: Contohnya: berperang dengan tujuan memperjuangkan kebenaran & keadilan. Namun permasalahannya terletak pada siapa yang merasa benar siapa yang salah…jadi bisa saja tidak bisa ada titik temu. Menurutmu apa solusi terbaik untuk mencari/ menciptakan perdamaian di muka bumi? Apakah mungkin terwujud & kapan?

M: Saya sering kali bergumul menghadapi permasalahan ini ketika bertemu orang dari berbagai belahan dunia saat adanya festival di luar negeri. Setiap orang dengan latar belakang pendidikan dan komunitasnya menciptakan standard dan pengertiannya masing-masing mengenai kebenaran. Cuma buat saya pribadi, mungkin kita tidak akan pernah menemukan titik temu ini. Alkitab sendiri banyak menyiratkan hal ini.. “Apa yang benar merupakan kebodohan bagi dunia.. Dunia sedang berjalan dalam keinginannya masing2… Setiap manusia didorong oleh keinginannya sendiri.” dan Tuhan juga menyatakan bahwa manusia tidak akan pernah menemukan kedamaian… Kita tidak bisa memaksa setiap orang untuk Percaya Yesus yang adalah kebenaran sejati sebagai kebenaran bagi dunia ini, karena dunia tidak menerima Yesus.

Akan tetapi, perdamaian bisa didapat bagi setiap umat di dunia kalau manusia tidak menggunakan ego-nya untuk membenarkan orang lain, untuk menegakkan kebenaran dengan caranya sendiri, melainkan menerapkan kasih satu sama lain. Kita sebagai umat Kristen mendapat hak istimewa untuk mengenal kebenaran, dan tugas kita adalah untuk menunjukkannya melalui buah-buah Roh kita. Mungkin perdamaian tidak dapat terwujud sekarang, tetapi sebagai umat Kristen kita perlu menjadi saksi bagi dunia bahwa kita dapat menciptakan perdamaian.

Demikian wawancara Tim Lampros kali ini… semoga membantu para Lamprozer untuk semakin memahami & menerapkan prinsip-prinsip yang benar dalam kehidupan kita sehari-hari… Gbu all

(Wawancara tertulis by: AT)

7 Challenge edisi 32

Halo lamprozers! ketemu lagi di rubrik 7 challenge yang kali ini menampilkan Afriadi dan Fanny sebagai challenger baru. Seperti apa jawaban mereka atas pertanyaan-pertanyaan unik khas 7 challenge? Yuks kita saksikan ‘duel’ mereka..
  1. Sebutkan satu permainan yang paling kamu sukai
  2. Apa opinimu tentang toleransi beragama?
  3. Sebutkan tokoh Perjanjian Lama yang paling kamu kagumi & mengapa?
  4. Sebutkan satu pasal dalam UUD 1945 yang kamu hafal.
  5. Bagaimana pendapatmu tentang Music Bazaar KP & KR yang baru diadakan 25 Sept 2010?
  6. Menurutmu apakah gereja kita telah berdampak buat lingkungan sekitar?
  7. Jika engkau punya banyak uang & bisa operasi plastik, bagian tubuh mana yang akan kamu perbaiki?


Afriadi D.W

  1. Main bentengan, video game karena asik aja(wah seru tuh mulai dari yg tradisional sampai modern…. Tapi gak bole kebanyakan main ya…score: 7)
  2. Toleransi beragama bagus karena bersifat kekeluargaan, tidak membeda-bedakan suku & golongan (nah penerapannya bagaimana ya…score:7)
  3. Bapa Abraham karena sangat-sangat percaya pada Tuhan & beriman (yup sampai disebut Bapa orang beriman..mari kita sama meneladaninya ya. score: 8)
  4. Tidak ingat (wah… wah… musti balik lagi ni ke sekolah…score: 3)
  5. Music bazaar bagus karena menampilkan bermacam-macam kesenian yang ada di Indonesia (panitia sih ya…good job & glory must be to the Lord…score: 7)
  6. Gereja kita belum berdampak karena mereka membaca Alkitab tetapi belum melaksanakan/ mengaplikasikan yang ada di Alkitab. Hanya beberapa orang yang sudah mengaplikasikannya. (Fri kamu termasuk yang mana hehehe wah gawat… musti diapain donk nih Pak Theo…mayoritas jemaat kita besar kepala kecil di kaki….thx Fri buat opininya, mari kita sama2 jadi pelaku firman…score: 8)
  7. Tidak ada yang harus di operasi karena Tuhan sudah menciptakan dengan sempurna, kita harus bersyukur & tidak menyesal. (“Syukuri apa yang ada…Hidup adalah anugerah. Seperti lagu itu ya hehheheeee bagus memang kita harus bisa menerima segala kekurangan & kelebihan yang Tuhan telah berikan…score: 10)



Fanny Wirawan

  1. Solitaire atau permainan kartu karena menantang untuk berpikir. (Wooow… Fanny ternyata hobinya mikir hehehe.. score : 8)
  2. Selama ini antar umat beragama yang berbeda masih kurang komunikasi, kurang tenggang rasa dalam pergaulan karena masih sering ada konflik, seharusnya tidak demikian & lebih toleransi satu sama lain. (Ya… berarti harus ditingkatkan lagi donk ya… & sering-sering berdialog satu sama lain, score : 9)
  3. Musa karena dia takut & taat kepada Allah (Musa is a good leader…mari kita meneladaninya, score: 8)
  4. (Mmmmm mikir lama)…..”Lupa” (Wah setali tiga uang sama Afri… buka lagi yuk buku UUD nya… sama deh score: 3)
  5. Music Bazaar cukup menarik & kreatif dari segi acara & dekornya. (yang penting hadir & mendukung ya…wong panitia juga sih ya…score: 7)
  6. Iya berdampak contohnya cukup dikenal secara aksi pelayanan sosial ke lingkungan sekitar (dampak sudah ada namun mungkin masih terus akan ditingkatkan, mohon dukung ya Fan…score: 8)
  7. Ga mau operasi apa-apa, mending uangnya disumbangkan untuk aksi sosial atau keperluan yang lebih penting. (wow berjiwa sosial sekali ya kamu…score: 10)

Afriadi : 50 Score Fanny: 53 Score

So.. the winner is…. Fanny….!!
Selamat ya! Sampai Jumpa di Babak Final…

(By: AT)

ALASAN MENGAPA AMERIKA TAKUT PERANG DENGAN INDONESIA

Sebenarnya abis Irak, Indonesia mau jadi sasaran berikutnya.

Tapi Pentagon membayangkan jika AS terpaksa harus menyerang Indonesia, berapa kerugian yang harus di pikul pihak AS dan berapa keuntungan pihak Indonesia dari kehadiran tentara AS di sana.

Begitu memasuki perairan daratan Indonesia, mereka akan di hadang pihak bea cukai karena membawa masuk senjata api dan senjata tajam serta peralatan perang tanpa surat izin dari pemerintah RI. Ini berarti mereka harus menyediakan "Uang Damai", coba hitung berapa besarnya jika bawaanya sedemikian banyak.

Kemudian mereka mendirikan Base camp militer , bisa di tebak di sekitar base camp pasti akan di kelilingi tukang Bakso, Tukang Es kelapa, sampai obral VCD bajakan Rp.10000 3 Pcs. Belum lagi para pengusaha komedi puter bakal ikut mangkal di sekitar base camp juga.

Kemudian kendaraan-kendaraan tempur serta tank -tank lapis baja yang di parkir dekat base camp akan di kenakan retribusi parkir oleh petugas dari dinas perpakiran daerah. Jika dua jam pertama perkendaraan dikenakan Rp. 10.000,- (maklum tarif orang bule), berapa yang harus di bayar AS kalau kendaraan& tank harus parkir selama sebulan.

Sepanjang jalan ke lokasi base camp pasukan AS harus menghadapi para
Pak Ogah yang berlagak memperbaiki jalan sambil memungut biaya bagi kendaraan yang melewati jalan tersebut. Dan jika kendaran tempur dan tank harus membelok atau melewati pertigaan mereka harus menyiapkan recehan untuk para Pak Ogah.

Suatu kerepotan besar bagi rombongan pasukan jika harus berkonvoi, karena konvoi yang berjalan lambat pasti akan di hampiri para pengamen, pengemis dan anak-anak jalanan, ini berarti harus mengeluarkan recehan lagi. Belum lagi jika di jalan bertemu polisi yang sedang bokek, udah pasti kena semprit kerena konvoi tanpa izin. Bayangkan berapa uang damai yang harus di keluarkan.

Di base camp militer, tentara AS sudah pasti nggak bisa tidur, karena nyamuknya busettt, gede-gede kayak vampire. Malam hari di hutan yang sepi mereka akan di kunjungi para wanita yang tertawa dan menangis. Harusnya mereka senang karena bisa berkencan dengan wanita ini tapi kesenangan tersebut akan sirna begitu melihat para wanita ini punya bolong besar di punggungnya.

Pagi harinya mereka tidak bisa mandi karena di sungai banyak di lalui "Rudal Kuning" yang di tembakkan penduduk setempat dari "Flying helicopter" alias wc terapung di atas sungai.

Pasukan AS juga tidak bisa jauh-jauh dari pelaratan perangnya, karena di sekitar base camp sudah mengintai pedagang besi loakan yang siap mempereteli peralatan perang canggih yang mereka bawa. Meleng sedikit saja tank canggih mereka bakal siap dikiloin. Belum lagi para curanmor yang siap beraksi dengan kunci T-nya siap merebut jip-jip perang mereka yang kalau didempul dan cat ulang bisa di jual mahal ke anak-anak orang kaya yang pengen gaya-gayaan.

Dan yang lebih menyedihkan lagi badan pasukan AS akan jamuran karena tidak bisa berganti pakaian. Kalau berani nekat menjemur pakaiannya dan meleng sedikit saja, besok pakaian mereka sudah mejeng di pasar Jatinegara di lapak-lapak pakaian bekas.

Peralatan telekomunikasi mereka juga harus di jaga ketat, karena para bandit kapak merah sudah mengincar peralatan canggih itu. Dan mereka juga harus membayar sewa tanah yang di gunakan untuk base camp kepada para pemilik tanah. Di samping itu mereka juga harus minta izin kepada RT/ RW dan kelurahan setempat, berapa meja yang harus di lalui dan berapa banyak dana yang harus di siapkan untuk meng-Amplopi pejabat-pejabat ini.

Para komandan pasukan AS ini juga akan kena tugas tambahan mengawasi para prajuritnya yang banyak menyelinap keluar base camp buat nonton dangdut di RW 06, katanya ada Inul di sana.

Membayangkan ini semua akhinya Bush dan Rumsfield memutuskan untuk mundur.

(sumber:www.indonesiaindonesia.com)

Perang Dunia 1

Perang Dunia I (disingkat PDI atau PD1; juga dinamakan Perang Dunia Pertama, Perang Besar, Perang Negara-Negara, dan Perang untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik dunia yang berlangsung dari 1914 hingga 1918. Lebih dari 40 juta orang tewas, termasuk sekitar 20 juta kematian militer dan sipil.

Perang ini dimulai setelah Pangeran Franz Ferdinand dari Austria-Hongaria (sekarang Austria) dibunuh anggota kelompok teroris Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo. Tidak pernah terjadi sebelumnya konflik sebesar ini, baik dari jumlah tentara yang dikerahkan dan dilibatkan, maupun jumlah korbannya. Senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman massal warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak dari pembunuhan massal berskala besar pertama abad ini berlangsung saat perang ini. Empat dinasti, Habsburg, Romanov, Ottoman dan Hohenzollern, yang mempunyai akar kekuasaan hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang.

Perang Dunia I menjadi saat pecahnya orde dunia lama, menandai berakhirnya monarki absolutisme di Eropa. Ia juga menjadi pemicu Revolusi Rusia, yang akan menginspirasi revolusi lainnya di negara lainnya seperti Tiongkok dan Kuba, dan akan menjadi basis bagi Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kekalahan Jerman dalam perang ini dan kegagalan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih menggantung yang telah menjadi sebab terjadinya Perang Dunia I akan menjadi dasar kebangkitan Nazi, dan dengan itu pecahnya pada 1939. Ia juga menjadi dasar bagi peperangan bentuk baru yang sangat bergantung kepada teknologi dan akan melibatkan nonmiliter dalam perang seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.

(Sumber: http://id.wikipedia.org)

Perang Salib



Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!"
"Allah menghendaki"
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke 16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke 13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

(Sumber: http://id.wikipedia.org)

Dan Tembok pun Runtuh Berserakan


Alasan mengapa bekas negara-negara Komunis begitu cepat membuka pintu mereka pada kekristenan setelah keruntuhan Marxisme bisa ditelusuri pada kesaksian orang-orang Kristen yang tetap setia pada panggilan mereka. Mereka juga merupakan bagian dari kisah-kisah yang belum terungkap.

Di Jerman Timur, satu dari sedikit negara Eropa Timur dengan penduduk mayoritas Protestan, selama empat puluh tahun gereja mencari cara untuk melayani “kota Allah” sementara hidup di “kota dunia” yang secara resmi ateis. Karena banyak jalur (seperti televisi dan radio) tertutup, sejak awal gereja mengambil langkah komitmen untuk mengurus anggota-anggota masyarakat yang paling menderita, terutama cacat parah. Dan mereka bertemu secara teratur untuk beribadah dan berdoa.."

Walaupun Yesus mengatakan bahwa “kerajaan itu ada di antara kamu,” sepanjang sejarah, gereja menghadapi godaan terus menerus untuk membentuk aliansi dengan pusat kekuasaan eksternal. Gereja AS menghadapi godaan yang persis demikian saat ini, dengan penekanan lebih pada politik daripada kerohanian. Namun di negara seperti Jerman Timur di bawah Komunisme, kemungkinan seperti itu tidak ada. Orang-orang kristen di sana tidak memiliki “basis kekuatan” seperti itu, sama sekali tidak ada, kecuali kekuatan kasih dan doa.

Namun terlepas dari segala rintangan, Saat untuk membuat suatu perubahan, akhirnya tiba di Blok Timur, gereja memimpin jalan dalam revolusi damai. Jerman Timur mengenang kembali tanggal 9 Oktober 1989 sebagai die Wende, “titik balik.” Peristiwa yang krusial terjadi, dengan cukup masuk akal, di Leipzig, sebuah kubu Reformasi di mana Luther berkhotbah pada abad keenam-belas dan Bach memainkan organ pada abad ke-delapan belas.

Selama tahun 1989, empat gereja Leipzig (termasuk gereja Bach, Thomaskirche) mengadakan persekutuan doa mingguan setiap Senin petang jam 5.00. Persekutuan doa itu sudah dimulai tujuh tahun sebelumnya, tahun 1982, ketika Pendeta Christian Fuehrer mengundang jemaatnya untuk berkumpul dan berdoa bagi perdamaian. Para pendeta menggunakan lagu rohani Lutheran kuno, berbicara pada jemaat dengan Alkitab di satu tangan dan surat kabar di tangan yang lainnya, dan memimpin doa bergilir. Dengan cara ini, mereka mencoba memberi arti dan harapan pada Jerman Timur yang terkepung. Mulanya, hanya beberapa orang Kristen yang hadir, paling banyak beberapa puluh.

Namun lambat laun, jemaat persekutuan doa ini mulai membengkak, bukan hanya menarik orang-orang Kristen yang setia, tetapi juga para pemberontak politik dan warga negara biasa. Gereja adalah satu-satunya tempat yang mendapat ijin kebebasan berkumpul dari pemerintah Komunis. Setelah setiap pertemuan, kelompok-kelompok ini bergabung dan berjalan di jalan-jalan gelap kota tua sambil memegang lilin dan spanduk—bentuk protes politik paling lunak. Bisa dikatakan setiap demonstrasi politik di seluruh negara ini dimulai dengan cara ini, dengan persekutuan.

Akhirnya, media berita dari Barat menangkap cerita ini. Merasa cemas, hirarki Komunis berdebat bagaimana caranya menghentikan barisan-barisan damai ini. Polisi-polisi rahasia mengepung gereja, kadang-kadang membubarkan barisan-barisan dengan kasar. Tetapi jumlah massa di Leipzig terus bertambah: ratusan, ribuan, kemudian mencapai 500.000.

Pastor Wonneberger dari gereja Saint Nikolai menermukan dirinya dalam peran tak terduga sebagai pemimpin de facto dari gerakan itu. Ia terus mengkhotbahkan perdamaian dan memberi nasihat-nasihat praktis tentang teknik anti kekerasan, bahkan tatkala polisi rahasia menelepon dengan ancaman mati dan memasang anggotanya untuk mengawasi di sekeliling gereja.

Tanggal 9 Oktober, hampir semua orang menduga tekanan politis mencapai jumlah massa kritis. Berlin Timur sedang merayakan ulang tahun negara Komunis yang ke-empat-puluh-sembilan dan memandang barisan massa di Leipzig sebagai provokasi. Polisi dan unit-unit militer bergerak besar-besaran ke Leipzig, dan pemimpin Jerman Timur, Erich Honecker memberi mereka instruksi untuk menembak para demonstran. Negara itu bersiap-siap untuk pengulangan adegan Lapangan Tiananmen. Uskup Lutheran Leipzig memperingatkan kemungkinan adanya pembantaian, rumah-rumah sakit mempersiapkan UGD mereka, dan gereja serta gedung-gedung konser setuju membuka pintu mereka, seandainya para demonstran membutuhkan tempat berlindung segera.

Ketika tiba waktunya untuk kebaktian doa di Gereja Nikolai, dua ribu anggota partai Komunis bergegas masuk untuk mengisi semua tempat duduk. Gereja kemudian membuka balkon-balkon yang jarang digunakan, dan seribu pengujuk rasa berkumpul di dalam. Christian Century melaporkan bahwa kebaktian itu sendiri merupakan titik balik: anggota-anggota Partai yang hadir dengan niat mengacaukan keadaan, untuk pertama kalinya menyadari bahwa gereja memang berusaha mengadakan perubahan damai.

Tidak seorang pun tahu pasti mengapa militer menahan tembakan malam itu. Egon Krenz, pengganti Honecker yang hanya menjabat sebentar, menerima pujian karena membatalkan perintah itu. Beberapa orang mengajukan teori bahwa Mikhail Gorbachev sendiri menelepon untuk memperingatkan Honecker. Lainnya percaya bahwa pasukan itu memang takut melihat banyaknya massa. Tetapi semua orang mengakui perjuangan doa di Leipzig-lah yang menyalakan proses perubahan bersejarah tersebut. Pada akhirnya, 70.000 orang berbaris dengan damai melewati pusat kota Leipzig. Senin berikutnya, 120.000 orang berbaris. Seminggu kemudian hadir 500.000 orang—hampir seluruh populasi Leipzig.

Pada awal November unjuk rasa terbesar terjadi, hampir satu juta orang berbaris damai menuju Berlin Barat. Eric Honecker mengundurkan diri, menanggung malu. Polisi menolak menembak para demonstran. Tengah malam tanggal 9 November, sesuatu yang tidak berani didoakan seorang pun akhirnya terjadi: sebuah celah terbuka di Tembok Berlin yang dibenci. Orang-orang Jerman Timur mengalir deras melewati pos-pos pemeriksaan, melewati penjaga yang selalu mematuhi perintah untuk “ menembak mati.” Tidak satu nyawa pun melayan saat kerumunan orang yang berbaris dengan lilin di tangan menggulingkan sebuah pemerintahan.

Seperti badai udara murni mengusir polusi, revolusi damai menyebar ke seluruh belahan dunia tersebut. Tahun 1989 saja sepuluh negara yang terdiri lebih dari setengah milyar penduduk—Polandia, Jerma Timur, Hungaria, Cekoslowakia, Bulgaria, Rumania, Albania, Yugoslavia, Mongolia, dan Uni Soviet—mengalami revolusi tanpa kekerasan.

Seperti yang ditulis Bud Bultman, seorang produser dan penulis CNN: “Kita dari media memandang dengan tercengang saat tembok-tembok totalitarianisme berguguran. Tetapi dalam ketergesaan untuk meliput peristiwa-peristiwa perubahan besar yang serba mendadak itu, kisah di balik kisah menjadi terabaikan. Kita menyorotkan kamera kita pada ratusan ribu orang yang berdoa untuk kebebasan dengan lilin menyala di tangan, namun kita melewatkan dimensi transedentalnya, karakter yang jelas-jelas rohani dan religius dalam kisah tersebut. Kita memandangnya di depan mata namun tidak dapat melihatnya”.

Namun beberapa orang dapat melihatnya. Orang-orang Jerman Timur masih membicarakan hari-hari itu sebagai keajaiban. “Apakah doa memang bisa memindahkan gunung atau tidak, yang jelas doa telah memobilisasi penduduk Leipzig,” lapor New Republic. “Mendengar mereka menyanyikan ‘Tuhan Benteng Kita yang Teguh’ sudah cukup untuk membuat Anda percaya.” Beberapa minggu setelah titik balik 9 Oktober spanduk besar muncul di sebuah jalan di Leipzig: Wir Danken Dir, Kirche (Kami berterima kasih padamu, gereja).

(Philip Yancey; Menemukan Tuhan di Tempat yang Tidak Terduga; Bab 25 Hlm 161-164)


by: AST


QUOTES ON WAR

Semua peperangan adalah kebodohan, sangat mahal dan sangat merugikan. Menurut saya, tidak pernah ada peperangan yang baik atau kedamaian yang buruk. Kapankah seluruh umat manusia dapat diyakinkan dan setuju untuk menyelesaikan masalah mereka dengan arbitrasi (perundingan) ~Benjamin Franklin

Jangan pernah berpikir bahwa perang bukanlah kejahatan, walau bagaimanapun perlu dan bagaimanapun dijustifikasi ~Ernest Hemingway

Kita tidak dapat mencegah dan bersiap-siap untuk perang pada saat yang sama ~Albert Einstein

Hanya mereka yang telah mati yang melihat akhir dari perang - Plato

Manusia berada dalam peperangan satu dengan yang lain karena masing-masing berada dalam peperangan dengan dirinya sendiri ~Francis Meehan

Dalam peperangan tidak ada prajurit yang tidak terluka. ~José Narosky

Penemuan energi atom telah mengubah segala sesuatu, kecuali cara kita berpikir... Solusi dari masalah tersebut terletak pada hati setiap manusia.~Albert Einstein

The tragedy of war is that it uses man's best to do man's worst. ~Henry Fosdick

The problem in defense is how far you can go without destroying from within what you are trying to defend from without. ~Dwight D. Eisenhower

War will exist until that distant day when the conscientious objector enjoys the same reputation and prestige that the warrior does today. ~John F. Kennedy

What this planet needs is more mistletoe and less missile-talk. ~Author Unknown

The release of atomic energy has not created a new problem. It has merely made more urgent the necessity of solving an existing one. ~Albert Einstein, "Atomic War or Peace," Atlantic Monthly, November 1945

(collected by:RSL)



ALL ABOUT WAR

Apa yang ada dipikiranmu ketika mendengar kata “Perang” …?
Berikut ini opini dari Lamprozers tentang kata tersebut :

Dua pihak yang berlawanan saling menghancurkan. Biasanya mengerikan dan kejam dan menghasilkan kesedihan bagi kedua pihak – Gatot

Takut, serem, kacau, tidak ada ketenangan. –Margaretha

Perang menurut gue: Saling membunuh guna memenuhi ambisi tertentu. –Afriadi

Perang melibatkan 2 kelompok yang bermusuhan, untuk mendapatkan kemenangan. – Ping-ping

Berdarah-darah, ledakan bom, kacau, tidak ada damai. –Amelia

Perang: kacau balau dimana-mana, bahaya, ngeri, sebisa mungkin dihindari, kalo bisa damai aja deh.. – Rucita

Iiikh.. Aq “TAKUT” -Theresia

Perang: menghancurkan, dahsyat, serbu—Anonim

Perang: Panglima, Jendral, pasukan, kuda hitam, senjata, tameng, strategi dan serbuuuuu… - Nicco

Perang: nyeremin, ancur berantakan. –Fanny

Perang: semua hancur berantakan. –Irma

Perang: perang fisik/ jasmani, perang rohani, perang mulut, perang dingin, perang senjata, perang dunia, perang-perangan, perang salib, perang gender, perang budaya, perang madat… banyak de… tergantung tempat, tujuan, pelaku & apa yang melatarbelakangi pertikaian tersebut.—Aster

Pertengkaran antara 2 kubu dan berakibat kesengsaraan banyak orang. – David J.

Perang itu mengerikan, membuat kita terpecah belah… - Marrisa

Wajib militer dan kehilangan keluarga. –Chelcent

(Collected by: Perry)

Mandarin Corner edisi 32


by : Wen

info film



LIFE AS WE KNOW IT

Holly Berenson (Katherine Heigl) adalah pemilik katering dan Eric Messer (Josh Duhamel) pengarah lapangan di jaringan olahraga. Setelah kencan pertama yang gagal, satu-satunya kesamaan mereka adalah membenci satu sama lain dan cinta mereka hanya kepada putri baptis mereka, Sophie. Tapi ketika mereka adalah satu-satunya yang dimiliki Sophie, Holly dan Eric dipaksa untuk menyisihkan semua perbedaan dan menyatukan kesamaan saat berada di bawah satu atap

Jenis Film :

Comedy/romance

Produser :

Barry Josephson, Paul Brooks

Produksi :

Warner Bros. Pictures

Rating LSF :

Dewasa (adult)

Durasi :

115

Pemain :

Katherine Heigl

Josh Duhamel

Josh Lucas

Christina Hendricks

Jean Smart

Sutradara :

Greg Berlanti

Penulis :

Ian Deitchman

Kristin Rusk Robinson




TAKERS

Sekelompok penjahat terkenal selalu lolos dari incaran polisi saat melakukan perampokan bank. Mereka masuk keluar bank dengan mulus, tidak meninggalkan bukti dan jejak keberadaan mereka. Saat sebuah tawaran menggiurkan mereka untuk melakukan satu pekerjaan terakhir dengan jumlah uang yang lebih banyak, namun ternyata banyak hal juga dipertaruhkan. Rencana mereka diketahui oleh seorang detektif yang bersikeras memecahkan kasus ini.

Jenis Film :

Crime

Produser :

William Packer, Michael Ealy

Produksi :

Sony Pictures

Rating LSF :

Dewasa (adult)

Durasi :

107

Pemain :

Matt Dillon

Paul Walker

Idris Elba

Jay Hernandez

Michael Ealy

T.i.

Chris Brown

Hayden Christensen

Marianne Jean-Baptiste

Zoe Saldana

Johnathon Schaech

Sutradara :

John Luessenhop

Penulis :

Peter Allen

Gabriel Casseus

John Luessenhop

Ave