Sabtu, 26 Desember 2009

“Manusia Abadi”


(oleh: Ev. Yoseph Gunawan)

Setiap orang yang membaca tema ini rasanya akan tergoda daya imajinasinya untuk mencoba menggambarkan seperti apakah manusia abadi itu. Mungkin sebagian orang menggambarkan manusia abadi dengan wujud manusia setengah dewa (pastinya yang laki ganteng-ganteng dan yang perempuan cantik-cantik) yang mempunyai banyak kemampuan serta kekuatan dan perawakannya pun tidak jauh beda seperti yang digambarkan dalam kisah dewa-dewa Yunani. Manusia setengah dewa itu tinggal di sebuah negeri di awan yang mana negeri itu diperintah oleh seorang raja yang adil, arif lagi bijaksana. Di negeri di awan itu mereka hidup untuk selama-lamanya dalam keadaan aman, tentram dan damai (wah asyiknya…! Kayak cerita di TV yach?). Atau sebagian orang lagi pikirannya langsung tertuju kepada sebuah puisi yang pernah ditulis oleh Chairil Anwar dengan judul “Aku Mau Hidup Seribu Tahun lagi”. Ungkapan seribu tahun lagi mungkin bukan dimaksudkan sebagai jumlah bilangan tertentu, yaitu benar-benar seribu tahun. Tapi mungkin diartikan sebagai suatu masa yang tidak terbatas (bisa dalam pengertian abadi). Sang penulis ingin tetap dan bahkan terus hidup, hidup dan hidup tanpa dibatasi oleh sang waktu.

Namun, mari saat ini kita melihat dari sudut pandang Alkitab. Apa yang Alkitab katakan tentang keabadian. Dan secara khusus kita akan melihatnya dari sisi kitab Pengkhotbah. Sebelumnya, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu arti dari kata ”kekal”. Kata ini sinonim dengan kata ”abadi” karena memang keduanya mempunyai pengertian yang sama. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka juga memberikan pengertian yang sama terhadap kedua kata ini. Abadi artinya kekal; tidak berkesudahan. Kekal artinya tetap (tidak berubah, tidak bergeser, dsb) selama-lamanya; abadi; lestari. Keabadian artinya kekekalan; tempat yang abadi (alam baka). Dan kekekalan artinya perihal (yang bersifat, berciri) tetap selama-lamanya; keabadian; kelestarian.

Untuk pengertian ”kekal” dan ”kekekalan” orang Yunani memakai perkataan ”aion” dan ”aionios”. Ahli filsafat seperti Plato mengartikan perkataan kekekalan itu dengan suatu zaman yang tidak ada harinya, bulannya ataupun tahunnya, yaitu suatu masa yang tidak ada penghabisannya. Di dalam Perjanjian Baru kita menemui perkataan ”aion” itu dalam arti masa yang lama waktunya; kekekalan. Kekekalan adalah salah satu atribut Allah (Roma 16:26; I Tim. 1:17; 6:16). Allah itu keberadaan-Nya dari kekal sampai kekal. Dari sebelum penciptaan alam semesta Allah itu sudah ada, dan masih ada, dan akan tetap ada, walaupun langit dan bumi sudah berlalu (Ibrani 1:10-11). Jadi, intinya Allah yang kita percaya dan kita sembah dalam nama Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus Kristus adalah Allah yang kekal.

”Kefanaan” dan ”Kesementaraan” adalah lawan kata dari ”Kekekalan” dan ”Keabadian”. Fana artinya dapat rusak (hilang, mati); tidak kekal. Sementara artinya beberapa lamanya; tidak selamanya; tidak untuk selama-lamanya. Berarti dengan kata lain ”fana” dan ”sementara” menjelaskan tentang keterbatasan, suatu masa yang ada batasnya atau ada awal dan akhirnya. Nah, bagaimana dengan manusia? Setelah kita berbicara mengenai Allah yang adalah kekal adanya, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah sebagai makhluk apakah manusia itu, abadi atau fana? Jangan terburu-buru untuk memberi jawaban. Karena untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali kepada sejarah penciptaan manusia. Perhatikanlah dua nats Alkitab berikut ini. Kejadian 1:27 yang berbunyi, ”Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”. Kejaian 2:7 yang berbunyi, ”Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”. Dua ayat tersebut memberi penjelasan tentang bagaimana Allah menciptakan manusia.

Seorang teolog terkenal yang bernama R.C. Sproul di dalam bukunya yang berjudul ”Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen” menulis demikian, ”Manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah makhluk yang dibuat dari tubuh yang bersifat materi dan jiwa yang bukan materi. Jiwa kadang-kadang disebut sebagai roh”. Senada dengan kalimat itu maka seorang Teolog lain yang bernama Louis Berkhof di dalam kumpulan bukunya tentang ”Teologi Sistematika – Doktrin Manusia” beliau menulis demikian, ”Dalam kejadian 2:7 ada suatu perbedaan yang jelas antara asal mula tubuh dan asal mula jiwa. Tubuh dibentuk dari debu tanah; dalam penciptaan tubuh ini Allah memakai materi yang sudah ada terlebih dahulu. Akan tetapi dalam penciptaan jiwa Allah tidak memakai materi yang sudah ada sebelumnya, tetapi Allah menciptakan substansi baru. Jiwa manusia sungguh-sungguh sebuah ciptaan Allah yang baru. Allah menghembuskan nafas hidup ke dalam hidung manusia dan manusia menjadi makhluk yang hidup. Dalam kalimat sederhana ini kedua natur manusia jelas dinyatakan...Kedua elemen ini adalah tubuh dan nafas atau roh kehidupan yang dihembuskan Allah pada manusia dan oleh penggabungan dari keduanya manusia menjadi makhluk yang hidup yang berarti keberadaan yang hidup”.

Allah melakukan penciptaan mulai dari hari pertama sampai hari keenam. Pada setiap akhir penciptaan mulai dari hari pertama sampai hari kelima Alkitab menutup dengan sebuah kalimat ”Allah melihat bahwa semuanya itu baik”. Tetapi pada saat Allah menciptakan manusia pada hari keenam barulah ”Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”. Secara kronologis Allah terlebih dahulu menciptakan alam semesta ini dan segala isinya. Setelah itu barulah Allah menciptakan manusia. Hal ini ingin menunjukkan bahwa segala sesuatu yang mendahului penciptaan manusia ini dipersiapkan untuk membuat tempat tinggal yang sesuai bagi manusia sebagai raja atas semua ciptaan. Sungguh keindahan yang tak terbayangkan terjadi pada saat itu. Namun tragis, keindahan itu menjadi rusak pada saat manusia berdosa kepada Allah, melanggar perintah Allah, yaitu dengan cara memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 2:17). Seketika itu juga gambar dan rupa Allah yang ada di dalam diri manusia menjadi rusak.

Sebagai makhluk yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah maka manusia mempunyai beberapa ciri seperti Allah. Dan beberapa hal di antaranya adalah:

1. Roh

Allah adalah roh, maka wajar jika kita beranggapan bahwa elemen kerohanian ada juga di dalam diri manusia sebagai gambar dan rupa Allah. Oleh karena itu selain sebagai makhluk jasmani (karena memiliki tubuh) manusia juga disebut sebagai makhluk rohani/ spiritual. Roh inilah yang memampukan manusia untuk dapat membangun persekutuan yang intim dengan Tuhan.

2. Kekekalan

Kekekalan yang dimiliki oleh manusia tidaklah sama dengan yang dimiliki oleh Allah. Alkitab menyatakan bahwa Allah saja yang kekal (I Tim. 6:16). Hanya Allah saja yang memiliki kekekalan sebagai kualitas esensial sedangkan kekekalan manusia adalah pemberian, yang diperoleh dari Allah. Allah kekal adanya dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya. Kekekalan Allah tiada awalnya dan tiada akhirnya. Sedangkan manusia meskipun kehidupannya tanpa akhir (kekal) tetapi manusia mempunyai titik awal penciptaan. Hal ini tidak dapat dikatakan kekal seperti Allah karena manusia ada titik awal diciptakan. Namun kekekalan manusia itupun tidaklah di semua bagian. Bagian yang dikatakan kekal di dalam diri manusia adalah rohnya sedangkan tubuh jasmaninya tidak kekal (fana) karena akibat dari dosa. Itulah sebabnya manusia itu secara roh adalah abadi tetapi secara fisik adalah fana.

Kejadian 2:17 mengatakan, ”Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati”. Hukuman yang harus diterima manusia karena melanggar perintah Allah adalah kematian. Kematian seperti apa yang dimaksud oleh Alkitab? Ada tiga macam kematian:

1. Kematian fisik

Kematian fisik adalah terpisahnya tubuh dari roh. Kejadian 3:19 mengatakan, ”...sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu”. Hal ini membuktikan kefanaan/ kesementaraan tubuh fisik manusia yang harus mengalami kematian sebagai hukuman atas dosa.

2. Kematian rohani

Sebelum kejatuhan, Allah dan Adam saling bersekutu satu sama lain; setelah kejatuhan, persekutuan itu terputus. Itulah yang disebut sebagai kematian rohani. Kematian rohani merupakan terpisahnya roh dari Allah. Hukuman yang dinyatakan di Taman Eden dan telah menimpa umat manusia, terutama berarti kematian rohani. Dengan kematian rohani manusia tidak lagi menikmati kehadiran dan kebaikan hati Allah dan juga tidak lagi mengenal dan merindukan Allah.

3. Kematian kekal

Kematian kekal adalah puncak dan kegenapan dari kematian rohani. Kematian kekal adalah terpisahnya roh dari Allah untuk selama-lamanya (kekal), bersamaan dengan penyesalan yang dalam dan berbagai hukuman. ”Mereka ini akan mengalami hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya” (II Tes. 1:9). ”...mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Wahyu 21:8).

Orang yang percaya kepada Tuhan Yesus mengalami dua kali kelahiran, yaitu kelahiran fisik dan lahir baru oleh Roh Kudus; dan hanya satu kali kematian, yaitu kematian fisik. Tetapi orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus hanya mengalami satu kali kelahiran, yaitu kelahiran fisik; dan dua kali kematian, yaitu kematian fisik dan kematian kekal di neraka. Penjelasan ini menyadarkan kita bahwa tubuh fisik/ jasmani kita ini adalah fana/ sementara adanya karena suatu saat nanti pasti akan mengalami yang namanya kematian fisik. Dan roh kita itu kekal adanya yang mana kelak hanya ada dua pilihan, yaitu menikmati kehidupan kekal di Sorga atau mengalami kematian kekal di neraka.

Pertanyaan yang muncul adalah untuk apalagi manusia hidup di dunia ini jikalau ternyata tubuh dan hidup ini fana adanya? Dan bukankah Pengkhotbah juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di bawah langit itu semuanya adalah kesia-siaan? Bukankah Pengkhotbah juga memandang kehidupan ini dengan pesimis? Harus diingat bahwa pada awal Tuhan melakukan penciptaan, maka terhadap apa yang diciptakan-Nya Tuhan berkata ”semuanya itu baik”. Bahkan setelah menciptakan manusia Tuhan berkata ”sungguh amat baik”. Berarti tidak ada yang jelek dari penciptaan Tuhan dan juga tidak ada dosa di dalamnya. Tapi pada saat manusia berdosa kepada Tuhan maka semuanya menjadi rusak dan mulai berubah. Dan yang lebih mengenaskan adalah kematian harus dialami oleh manusia. Tapi mengapa pada saat itu manusia tidak langsung mengalami kematian lalu Tuhan menciptakan manusia yang baru? Di titik inilah kita melihat belas kasihan dan anugerah Tuhan atas manusia. Bukan perkara sulit bagi Tuhan untuk menghukum mati manusia pada saat itu juga. Tetapi Tuhan memberi anugerah kepada manusia dengan membiarkannya tetap hidup dengan harapan supaya manusia mau bertobat dan memperbaiki diri. Bangkit kembali dari kematian rohani (percaya kepada Tuhan dengan lebih sungguh dan kembali membangun persekutuan dengan-Nya) sehingga pada akhirnya mereka terhindar dari kematian kekal di neraka.


...karena Dia juga adalah Tuhan yang kekal. Jadi, Tuhan menciptakan kita sebenarnya bukan untuk kesementaraan tapi untuk kekekalan.


Dibandingkan dengan kekekalan/ keabadian maka waktu hidup kita di dunia ini hanyalah sementara, sekejap saja, singkat, fana. Bahkan Yakobus menggambarkan hidup manusia itu seperti uap yang sebentar ada lalu dengan cepatnya menghilang. Tetapi jangan pernah sekali-kali kita meremehkan singkatnya hidup di bumi ini karena ternyata perbuatan-perbuatan kita di kehidupan ini akan sangat menentukan keadaan kita di kehidupan berikutnya (kekekalan). Di dalam singkat dan fananya hidup ini maka ada beberapa hal yang harus kita lakukan, yaitu:

1. Ingatlah pencipta kita (Pengkhotbah 12:1)

Tuhan menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupa-Nya sendiri. Itulah sebabnya Dia memberikan kekekalan dalam hati kita (Pengkhotbah 3:11) karena Dia juga adalah Tuhan yang kekal. Jadi, Tuhan menciptakan kita sebenarnya bukan untuk kesementaraan tapi untuk kekekalan. Dan karena Dia memberikan kekekalan dalam hati kita, sebenarnya kita pun secara naluri merindukan kekekalan itu. Namun sayang seringkali di dalam kemudaan kita maka waktu yang ada kita habiskan hanya untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu kedagingan. Karena kita berpikir hidup di dunia ini hanya sementara dan begitu singkat, sebab itu jangan disia-siakan. Itu berarti kita tidak ingat pencipta kita yang sudah memberi kekekalan di hati kita dan kita juga membohongi naluri kita sendiri yang sebenarnya merindukan kekekalan. Walaupun kita masih hidup di bumi ini tapi janganlah kita hanya terfokus kepada hidup yang sementara ini. Ingatlah pencipta kita maka pasti kita disadarkan bahwa ternyata kita diciptakan untuk kekekalan. Dan kekekalan hanya menawarkan dua pilihan, yaitu Sorga atau neraka. Bagaimana caranya agar kita dapat menikmati kekekalan di Sorga?

2. Takutlah akan Tuhan (Pengkhotbah 12:13)

Tidak ada cara lain untuk dapat menikmati kekekalan di Sorga selain daripada takut akan Tuhan dan percaya bahwa hanya Dialah Juruselamat kita. Inilah juga yang tertulis dalam Injil Yohanes 3:15-16, 36 bahwa hanya dengan percaya kepada Yesus saja maka kita akan beroleh hidup yang kekal. Anugerah hidup kekal itu adalah milik Tuhan. Jika kita belajar untuk mengasihi dan mempercayai Anak Allah, yaitu Yesus Kristus, maka kita diundang untuk menikmati kekekalan di Sorga bersama dengan Dia. Namun sebaliknya, jika kita menolak kasih, pengampunan dan keselamatan-Nya maka kita akan menghabiskan kekekalan itu dengan terpisah dari Allah selama-lamanya lalu menjalani hukuman di neraka.

3. Peganglah perintah Tuhan (Pengkhotbah 12:13)

Tuhan bukan hanya menghendaki kita untuk menikmati kekekalan bersama dengan Dia di Sorga. Tapi Dia juga menghendaki selama kita hidup di bumi ini kita harus senantiasa hidup benar dan sesuai dengan kehendak-Nya. Karena itu Tuhan memberi perintah-perintah-Nya kepada kita, yang mana sudah tertuang di dalam Alkitab, dan haruslah kita memegang dan mentaatinya agar hidup kita berhasil.

4. Berbuah bagi sesama (Filipi 1:22)

Hidup ini hanyalah sementara walau kitapun tidak tahu kapan kita akan mengakhiri hidup di dunia ini. Tapi jika kita harus mati maka itu adalah keuntungan karena kita akan menikmati kekekalan di Sorga bersama dengan Tuhan. Dan jika kita harus hidup maka itulah kesempatan yang masih Tuhan berikan kepada kita untuk menunjukkan hidup yang berbuah (hidup yang berguna dan menjadi berkat bagi orang lain).

5. Bersaksi kepada sesama (Kisah Para Rasul 1:8)

Tuhan merindukan agar orang lain juga diselamatkan dan menikmati kekekalan bersama dengan Dia di Sorga. Bagaimana caranya? Orang lain itupun harus percaya kepada Yesus Kristus. Dan supaya mereka dapat percaya kepada Yesus maka Dia ingin memakai kita untuk memberitakan nama-Nya kepada mereka.

Kitab Pengkhotbah pada awalnya melihat bahwa hidup di bawah langit ini sia-sia belaka. Tetapi di akhir kitabnya dia menulis bahwa hidup yang singkat dan fana ini tidak akan menjadi sia-sia apabila kita percaya kepada Yesus Kristus. Karena hanya dengan percaya kepada Yesus, kita akan menikmati kekekalan bersama dengan Dia di Sorga. Mau...???


Tidak ada komentar:

Posting Komentar