Jumat, 30 Oktober 2009

Finding God and Knowing God


By: Pnt. Hendy Suwandi S.Th

Topik artikel Lampros edisi terbitan kali ini adalah “Menemukan Allah dan mengenal Allah”. Penulisan artikel kali ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan bahwa banyak pemuda-pemudi yang mengaku dirinya orang Kristen namun tidak mendasari ibadah dan pelayanannya dengan hubungan pribadi yang erat dengan Tuhan serta memiliki pengenalan yang sangat dangkal terhadap Tuhan. Hal ini bukan hanya menyebabkan pelayanan yang “flat” (datar), atau suam-suam kuku (dingin tidak, panas juga tidak) atau tidak bersemangat, namun juga dapat berpotensi untuk mudah diombang-ambingkan dengan berbagai macam rupa kepercayaan dan ajaran palsu dunia ini dan ditarik ke dalamnya.

Untuk mempermudah pemahaman kita mengenai topik tersebut di atas, maka terlebih dahulu akan dibahas topik tentang “mengenal Allah” lalu kemudian topik tentang “menemukan Allah”, dan hubungan di antara keduanya sebagai penutup.

“Mengenal Allah”

Di dalam Perjanjian Baru kita mengenal seorang tokoh bernama rasul Paulus. Ia dikenal sebagai seorang rasul yang paling banyak melakukan perjalanan misi dan pekabaran Injil, serta mendirikan jemaat-jemaat baru di daerah-daerah yang dilaluinya. Ia juga dikenal sebagai rasul yang paling banyak menulis surat, baik kepada jemaat-jemaat (Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, Tesalonika) maupun kepada perseorangan (Timotius, Titus, Filemon). Selain itu rasul Paulus dikenal sebagai seorang yang memiliki pengetahuan teologi yang sangat dalam, dan hal itu nampak di dalam surat-surat yang ditulisnya, khususnya surat Roma. Walaupun demikian, ia pernah berkata di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia … .” (Filipi 3:10).

Kata “mengenal” (Bahasa Yunani: ginosko) hampir selalu menunjuk pada pengenalan pribadi. Artinya bukan hanya pengetahuan intelektual, pengetahuan akan fakta-fakta, bahkan prinsip-prinsip tertentu. Itu adalah pengenalan pribadi tentang orang lain. Kita dapat melihat kedalaman makna kata ini berdasarkan pemakaiannya di dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama menggunakan kata “mengenal” (Bahasa Ibrani: yada) untuk mengartikan hubungan seksual. “Kemudian manusia itu [Adam] mengenal [1]Hawa, istrinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain” (Kejadian 4:1). Kata itu berarti pengenalan yang paling intim terhadap orang lain. Keinginan Paulus bukanlah mengenal tentang Dia, melainkan mengenal Dia secara pribadi.

“Mengenal tentang Allah” dan “mengenal Allah” adalah dua perkara yang sama-sama penting. Orang yang “mengenal tentang Allah” (atau dengan kata lain: “memiliki pengetahuan tentang Allah”) sepatutnya “mengenal Allah” (atau dengan kata lain: “memiliki kedekatan dengan Allah”), demikian pula sebaliknya, orang yang “mengenal Allah” sepatutnya juga “mengenal tentang Allah”. Mengenal tentang Allah” itu bersifat doktrinal dan intelektual, sedangkan “mengenal Allah” itu bersifat personal dan relasional.

Walaupun keduanya sama-sama penting, namun “mengenal Allah” itu lebih bernilai ketimbang “mengenal tentang Allah”. Di dalam buku karyanya berjudul Knowing God (Mengenal Allah), J. I. Packer menulis sebuah kalimat berikut: “A little knowledge of God worth more than a great deal of knowledge about him.”[2] (Sedikit pengenalan akan Allah itu lebih berharga daripada sejumlah besar pengetahuan tentang Allah.) Atau dengan kata lain: sedikit “mengenal Allah” itu lebih berharga daripada banyak “mengetahui tentang Allah.” Mengapa demikian? Karena seseorang dapat memahami banyak hal tentang Allah maupun kehidupan yang saleh tanpa harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan yang begitu banyak tentang Allah, atau memiliki kapasitas untuk berpikir dengan jelas dan berbicara dengan baik tentang tema-tema kekristenan. Sebaliknya, seorang bisa jadi tahu begitu banyak “informasi” tentang Allah, “pakar” dalam bidang teologi, namun sebenarnya ia tidak “mengenal Allah”, tidak menjalin hubungan yang erat dengan Allah.

Mungkin ilustrasi sederhana untuk mempermudah pemahaman kita tentang pokok pikiran di atas adalah demikian: Seorang tidaklah harus terlebih dahulu mendalami informasi tentang sang presiden bila ingin mengenal presiden dengan lebih erat, namun cukup bertemu dengan sang presiden dan menjalin hubungan dengannya. Seorang yang pernah, walaupun baru sekali saja, bertemu dan menjalin hubungan pribadi dengan sang presiden, akan memiliki pengenalan yang lebih dalam ketimbang orang yang banyak tahu informasi tentang presiden namun belum pernah bertemu, apalagi menjalin hubungan pribadi dengannya.

Bayangkanlah bahwa diri Anda adalah seorang presiden. Jikalau di dalam negara yang Anda pimpin, ada begitu banyak warga negara Anda yang rindu untuk “mengenal Anda” lebih dalam, ingin menjalin hubungan pribadi yang erat dengan Anda sebagai seorang presiden, bukankah hal itu akan menyenangkan Anda? Demikian pula dengan TUHAN. Ia pernah menyatakan bahwa pemahaman dan pengenalan akan TUHAN itu sungguh disukai oleh-Nya.

“Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN’.” (Yeremia 9:23-24)

Dengan siapa kita bergaul erat, dengan siapa kita menjalin hubungan, pasti akan membawa dampak tertentu bagi diri kita. Bila kita berada di dalam pergaulan yang baik, maka hal itu berdampak baik dalam kehidupan kita. Sebaliknya, bila kita berada di dalam pergaulan yang buruk, maka itu membuahkan yang buruk bagi kita. Rasul Paulus sendiri pernah memberikan dua buah peringatan tentang pergaulan kepada jemaat Korintus sebagai berikut:

“Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara [saudara seiman!], adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.” (1 Korintus 5:11). Makan itu menunjukkan persekutuan.

“Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33).

Demikian pula halnya dengan pengenalan akan Allah. Bila kita bergaul dengan Tuhan, menjalin hubungan yang erat dengan Allah, hal itu tentu akan membawa dampak yang baik di dalam kehidupan orang yang mengenal Allah. Dari berbagai sudut pandang berbeda terdapat beberapa bagian Alkitab yang menyatakan dampak pengenalan akan Allah atas orang-orang yang mengenal Dia.


(1) Orang-orang yang mengenal Allah memiliki ketaatan yang besar kepada Allah. Firman Tuhan berulang kali menyebutkan bahwa tanda seseorang mengenal Allah adalah ia menuruti perintah-perintah Allah dan tidak mau berbuat dosa, karena Allah menghendaki ketaatan dan kekudusan. “Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya.” (1 Yohanes 2:3) “Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.” (1 Yohanes 2:4) “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” (1 Yohanes 3:6). Di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Allah, Daniel melakukan firman Allah. Di dalam Alkitab dicatat tentang kesaksian hidupnya bahwa di dalam kehidupan Daniel “tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya.” (Daniel 6:5). Orang yang memiliki hubungan pribadi yang erat dengan Tuhan akan berhati-hati di dalam pikiran, perkataan, dan perbuatannya. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki relasi pribadi dengan Tuhan cenderung sembarangan bersikap dan berperilaku di dalam hidup ini.


(2) Orang-orang yang mengenal Allah memiliki kasih yang besar kepada sesama manusia. Firman Tuhan dengan sangat jelas berkata: “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1 Yohanes 4:8)“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.” (1 Yohanes 4:7) Kata “kasih” (Yunani: agape) dan “mengasihi” (Yunani: agapao) yang dipakai di dalam ayat-ayat tersebut mengandung makna kasih Allah, yaitu kasih “walaupun”, kasih yang mau mengampuni dan rela berkorban. Seorang yang memiliki ikatan erat dengan Allah akan mau dan rela mengasihi sesama manusia, bahkan yang jahat sekalipun, sebagaimana Allah telah mengasihi manusia. Hal ini juga mendorongnya untuk terlibat dalam pelayanan. Sebaliknya, orang yang tidak mengenal Allah itu cenderung hanya mengasihi orang yang mengasihinya (bandingkan dengan Matius 5:43-47) dan melayani diri sendiri.


(3) Orang-orang yang mengenal Allah memiliki damai sejahtera sejati di dalam Allah. Walaupun mengalami berbagai macam pergumulan di dalam kehidupannya, Paulus pernah berkata, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:38-39) Orang yang mengenal Allah memiliki damai sejahtera sejati yang tidak bandingannya di dunia ini, baik di dalam hidup ini maupun saat menghadapi kematian, bahkan sampai selamanya, karena hubungannya yang erat dengan Allah menjamin perkenanan Allah atasnya. Sebaliknya, orang yang tidak mengenal Allah, hidupnya diwarnai dengan kekuatiran dan ketakutan, apalagi ketika menghadapi kematian.


(4) Orang-orang yang mengenal Allah memiliki pandangan iman yang besar akan Allah. Di dalam doanya Daniel pernah mengatakan kalimat demikian: “Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan! Dia mengubah saat dan waktu, Dia memecat raja dan mengangkat raja, Dia memberi hikmat kepada orang bijaksana dan pengetahuan kepada orang yang berpengertian; Dialah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam gelap, dan terang ada pada-Nya.” (Daniel 2:20-22) Pandangannya yang agung tentang Allah juga terungkap di dalam doanya yang lain sebagai berikut: “Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! … Ya Tuhan, Engkaulah yang benar … Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan … TUHAN, Allah kami, adalah adil dalam segala perbuatan yang dilakukan-Nya.” (Daniel 9:4, 7, 9, 14) Sebagaimana Daniel, orang yang mengenal Allah akan memiliki pandangan iman yang besar akan Allah (kekudusan-Nya, keagungan-Nya, kesempurnaan-Nya, kesetiaan-Nya, dan sebagainya), yang biasanya terungkap di dalam doanya kepada Allah. Hal ini juga membuatnya tetap hidup rendah hati, bersandar, dan hormat kepada Allah. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki hubungan yang erat dengan Allah cenderung memiliki pandangan iman yang sempit (misalnya: Allah itu hanya tempat untuk meminta sesuatu), sehingga ia hidup dengan angkuh (ia jadi “majikan”, Tuhan jadi “hamba”), atau “mendua hati” (mengikuti Allah dan ilah), atau “mendua dunia” (memisahkan antara urusan “rohani” dan “sekuler” dalam kehidupan sehari-hari).


(5) Orang-orang yang mengenal Allah memiliki keberanian yang besar untuk setia kepada Allah. Ketika Hananya, Misael, dan Azarya (atau Sadrakh, Mesakh, Abednego - Daniel 1:6-7) diperhadapkan dengan hukuman mati dibakar hidup-hidup dalam perapian yang menyala-nyala akibat tidak menyembah patung yang didirikan oleh raja Nebukadnezar, mereka berkata, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18) Tatkala Petrus dan Yohanes diinterogasi di hadapan Mahkamah Agama Yahudi tentang kegiatan pengajaran mereka dalam nama Yesus, mereka berkata, “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” (Kisah Para Rasul :29) Rasul Paulus pernah berkata, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” (Kisah Para Rasul 20:24) Orang yang mengenal Allah tidak ragu-ragu dan berani untuk tetap setia kepada Allah, berkobar dalam pelayanan, apapun resikonya, di dalam masa pencobaan, penindasan, maupun penganiayaan. Sebaliknya orang yang tidak memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan itu gampang mundur dalam mengikut Tuhan, dalam ibadah, dalam pelayanan, dalam persekutuan dengan saudara seiman. Jangankan oleh karena pencobaan, penindasan, maupun penganiayaan, namun hanya oleh karena kekecewaan, kekuatiran, tipu daya dunia ini, bahkan masalah sepele, ia bisa meninggalkan Tuhan.


(6) Orang-orang yang mengenal Allah memiliki kekuatan kehendak yang besar untuk menegakkan kebenaran dan kehormatan nama Allah. Di dalam salah satu pasal nubuat dalam kitab Daniel disebutkan: “…umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak.” (Daniel 11:32) Ayat tersebut didahului dengan kata “tetapi” dan ditempatkan sebagai kontras terhadap kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang melawan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengenal Allah itu adalah reaksi mereka terhadap kecenderungan sikap “anti terhadap Allah” yang mereka lihat berlaku di sekitar mereka. Ketika mereka merasakan bahwa kebenaran dan kehormatan Allah itu diabaikan, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, mereka tidak bisa tinggal diam untuk tidak berbuat sesuatu. Di dalam situasi demikian mereka akan berdoa kepada Allah perihal ketidaksalehan dan kemurtadan yang terjadi di sekitar mereka, sambil mengambil sikap umum melawan ketidak-salehan dan kemurtadan dengan cara tetap hidup saleh menuruti firman Tuhan. Sebagai contoh, tatkala Daniel mendengar bahwa telah dibuat surat perintah yang tidak memperbolehkan seorang pun berdoa kepada Allah dalam waktu satu bulan, Daniel tetap berdoa tiga kali sehari seperti yang biasa dilakukannya, bahkan bukan di tempat yang tersembunyi (agar tidak ketahuan orang lain) namun di tempat biasanya ia berdoa. (Daniel 6:10-11) Sebaliknya, orang yang tidak menjalin hubungan yang erat dengan Allah, mustahil akan melakukan “pembelaan” kebenaran dan kehormatan nama Allah. Orang yang tidak mengenal Allah justru malah cenderung terjerumus ke dalam ketidaksalehan dan kemurtadan (berbalik dari Allah dan meninggalkan-Nya). Orang yang tidak mengenal Allah sangat berpotensi untuk mengalami kebinasaan, sebagaimana tertulis: “Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah” (Hosea 4:6).


“Menemukan Allah”

Agar kita dapat “mengenal” Allah, maka diperlukan usaha “menemukan Allah”. “Menemukan Allah” tidak didapatkan begitu saja tanpa usaha apa pun, seperti seseorang yang tanpa disangka-sangka mendapatkan “uang kaget” atau “hadiah kejutan”. Dan supaya kita dapat menemukan Allah, ada beberapa langkah yang harus dilakukan:

Yang pertama, kita harus menyadari betapa kita ini miskin pengetahuan tentang Allah dan pengenalan akan Allah. Tanpa kesadaran ini kita tidak akan mempunyai niat/hasrat untuk menemukan Allah, apalagi mengenal Allah.

Yang kedua, kita harus “mencari Allah”. Di dalam Alkitab perintah untuk “mencari TUHAN” diberikan berulang kali. “Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!” (1 Tawarikh 16:11; Mazmur 105:4) “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” (Yesaya 55:6) TUHAN sendiri juga menjanjikan kehidupan bagi orang yang mencari Dia. “Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: ‘Carilah Aku, maka kamu akan hidup!’” (Amos 5:4). “Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup” (Amos 5:6)

Tuhan Yesus pernah berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Matius 7:7-8; Lukas 11:9-10) Konteks dari ayat-ayat tersebut berbicara tentang jaminan jawaban Tuhan atas setiap doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Bila Tuhan menjamin bahwa setiap usaha doa kepada Allah itu tidak sia-sia (pasti ada jawabannya), apalagi usaha untuk mencari dan mendapatkan Allah. TUHAN sendiri pernah berjanji: “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” (Yeremia 29:13) Dan sungguh merupakan suatu kasih karunia dari TUHAN apabila kita dapat “menemukan” TUHAN, sebab Ia sendiri pernah berkata, “Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN” (Yeremia 29:14a).

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan penting adalah, apakah artinya “Mencari TUHAN” itu? “Mencari TUHAN” berarti berusaha bertemu [secara rohani] dengan Tuhan melalui (1) ibadah/penyembahan kepada Tuhan, baik ibadah pribadi maupun ibadah kelompok bersama saudara-saudara seiman, untuk bersyukur kepada Tuhan dan memuliakan nama Tuhan, serta melalui (2) pembacaan dan perenungan firman Tuhan untuk mengetahui kehendak Tuhan [agar dapat menjalankan kehidupan yang benar di mata Tuhan] dan mendapatkan kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan tentang diri-Nya [agar dapat lebih mengenal Tuhan].

Selanjutnya, setelah kita “mencari Tuhan”, maka ada beberapa langkah berikutnya yang juga harus dilakukan agar kita dapat mengenal Allah, yaitu:

1. Menerima dan menaati apa yang diartikan oleh Roh Kudus atas firman Tuhan guna penerapan pribadi dalam hidup kita.

2. Menaruh minat terhadap karakter Allah yang dinyatakan melalui perkataan dan perbuatan Tuhan dalam Alkitab (supaya kita juga bertumbuh makin serupa dengan karakter Allah di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus).

3. Menerima undangan yang diberikan Tuhan dan melakukan apa yang diperintahkan oleh-Nya.

4. Menyadari dan bersukacita atas kasih yang telah ditunjukkan oleh Allah sehingga kita boleh bersekutu dengan Dia.

Penutup

Di dalam paragraf awal artikel ini terdapat pernyataan yang pernah dikemukakan oleh Rasul Paulus: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia … .” (Filipi 3:10). Surat kepada jemaat di Filipi ditulis oleh rasul Paulus saat ia dipenjara dalam sebuah tempat tahanan yang kecil, pengap, dan lembab, oleh karena memberitakan Injil Tuhan Yesus Kristus. Walaupun di dalam keadaan seperti itu, Paulus menyatakan kerinduannya untuk mengenal Allah lebih dalam.

Apabila dibandingkan dengan hidup dan karya Paulus di dalam hidupnya sebagai orang Kristen itu, sangatlah mungkin bahwa kita tidak ada apa-apanya. Bila Paulus yang notabene berpengetahuan teologi sangat dalam dan melayani Tuhan dengan luar biasa itu saja memiliki kehendak yang begitu besar untuk mengenal Allah, bahkan di dalam penderitaan di penjara sekalipun, maka semestinya kita sebagai orang Kristen itu seharusnya malu bila tidak memiliki kemauan yang sama dengan Paulus tersebut. Alangkah memprihatinkan bila kita mengaku diri sebagai orang Kristen, namun tidak merasa perlu untuk mengenal Tuhan!


[1]Di dalam Alkitab Bahasa Indonesia versi Terjemahan Baru (ITB - 1974) maupun Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS – 1985) dipakai kata ”bersetubuh dengan”. Di dalam Alkitab versi Today's English, edisi kedua (1992) dipakai kata “had intercourse with” (= bersetubuh dengan); sedangkan di dalam Alkitab versi King James dipakai kata “knew” (= mengenal).

[2] J. I Packer, Knowing God (Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press, 1973, cet. 1993), hal. 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar