Jumat, 03 April 2009

D’ COST & D’ CROSS

fokus

D’ COST & D’ CROSS


Oleh: Ev. Yoseph Gunawan


Krisis finansial mengakibatkan harga barang-barang menjadi semakin mahal. Rasanya tidak ada barang yang tidak mengalami kenaikkan harga. Hal ini membuat rakyat, khususnya yang hidup di bawah garis kemiskinan, semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga yang menjadi tuntutan rakyat yang seringkali disuarakan melalui demonstrasi adalah mengenai penurunan harga barang agar jadi lebih murah dan bahkan gratis untuk hal-hal tertentu (kesehatan, pendidikan, dll). Intinya kata “murah” atau “gratis” menjadi kata-kata yang sangat diidam-idamkan oleh rakyat karena dinilai dapat menyelamatkan hidup mereka. Lihat saja toko-toko yang menjual barang-barangnya dengan harga murah atau bahkan gratis, tak ketinggalan juga antrian sembako murah atau gratis maka gak usah pake lama barang-barang itu langsung amblas (cepat habis).

Di tengah keadaan ekonomi yang terpuruk, rakyat Indonesia disuguhkan dengan tayangan-tayangan yang sangat menggiurkan. Tayangan yang menawarkan jalan keluar yang kelihatannya mudah, murah dan membawa keuntungan besar. Sebut saja “REG SPASI…”. Setiap hari iklan seperti ini menghiasi dunia pertelevisian Indonesia. Hal ini menandakan bahwa orang menginginkan cara yang mudah, murah dan cepat untuk mencapai kesuksesan. Orang tidak lagi menyukai proses untuk mencapai kesuksesan. Sungguh ini adalah tawaran yang menarik.

Di kalangan kekristenan pun, bagi mereka yang mengagung-agungkan “theologi kemakmuran” beranggapan bahwa menjadi orang Kristen pasti hidupnya serba enak dan senantiasa mendapatkan berkat yang berkelimpahan. Siapa yang tidak ingin menjadi Kristen di tengah-tengah kondisi seperti ini apabila diiming-imingi dengan janji-janji hidup enak. Sehingga ada bermacam-macam motivasi yang timbul di dalam hati seseorang ketika mengambil keputusan untuk menjadi orang Kristen. Padahal banyak juga orang Kristen yang benar-benar mencintai Tuhan tetapi hidupnya tidak berkelimpahan secara materi tetapi berkelimpahan dalam hal rohani.

Menjadi Kristen itu mudah tetapi menjalani hidup sebagai orang Kristen tidaklah mudah karena itu adalah dua hal yang berbeda. Seseorang dapat menjadi Kristen cukup dengan rutin datang ke kebaktian, mengikuti katekisasi kemudian dibaptis lalu akan mendapatkan buku keaggotaan gereja. Tetapi bukanlah jaminan setelah menjadi Kristen maka pasti bisa menjalani hidup sebagai orang Kristen. Karena untuk menjadi murid (pengikut) Kristus dan menjalani hidup sebagai orang Kristen diperlukan yang namanya bayar harga.

Tuhan memberikan keselamatan kepada kita secara gratis. Efesus 2:8-9 berkata “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Rasul Paulus menegaskan kepada jemaat di Efesus juga kepada kita yang hidup pada masa kini bahwa keselamatan bukanlah hasil dari usaha dan pekerjaan baik kita selama hidup di dunia ini tetapi murni pemberian Allah secara gratis kepada kita. Namun bukan berarti keselamatan yang gratis itu murahan, mutunya rendah apalagi tidak berguna.

Standard dunia biasanya menilai sesuatu yang gratis itu murahan, tidak berharga, tidak bermutu dan tidak berguna. Tetapi tidaklah demikian dengan keselamatan yang Tuhan berikan secara gratis kepada setiap orang yang percaya kepada-nya. I Petrus 1:18-19 berkata “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.

Senada dengan itu almarhum Pdt. Eka Darmaputera dalam bukunya “Harga Yang Harus Dibayar” menulis bahwa “Injil Kristus itu tidak pernah murah. Ia berharga nyawa Seorang Putra Allah. Injil Kristus juga tidak pernah mudah. Jalannya ialah via dolorosa, jalan penderitaan, jalan menuju salib. Karena itu seseorang yang hendak berpegang kepada Injil Kristus juga tidak akan mengalami hidup yang murah dan mudah. Ada harga yang harus dibayar”. Jadi, meskipun keselamatan itu gratis tetapi sebenarnya kita tidak akan pernah sanggup untuk membelinya karena keselamatan itu diberikan-Nya melalui pengorbanan Anak-Nya di kayu salib.

Satu hal yang harus disadari oleh setiap orang yang benar-benar ingin menjadi pengikut kristus adalah menjalani hidup yang tidak pernah murah dan mudah tetapi ada harga yang harus dibayar. Mengapa kita harus membayar harga? Dan untuk apa kita membayar harga? Rasul Paulus mengatakan dalam I Korintus 6:20, bahwa kita ini telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Dibeli dari siapa kita? Dari tuan lama kita yaitu dosa, dan dibeli secara lunas oleh kematian kristus di kayu salib, tidak kredit, tidak nyicil, apalagi ngutang! Bebaskah kita? Ya, Yesus membebaskan kita dari belenggu dosa yang berujung maut, kematian tanpa akhir. Namun ketika kita sudah dibeli, tidak sekonyong-konyong kita menjadi manusia bebas lepas, seperti burung lepas dari kandangnya, karena kita memiliki tuan yang baru yaitu Kristus yang membeli kita dengan hidup dan nyawa-Nya. Membayar harga di sini bukan berarti kita harus membayar kepada Kristus agar kita menjadi manusia yang bebas. Apa yang telah diberikan-Nya kepada kita tidak akan dapat kita bayarkan kembali!

Beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud dari bayar harga adalah:

1. Menyangkal diri (Lukas 9:23)
Menyangkal diri dapat diartikan sebagai tindakan untuk mematikan kehendak pribadi dan kenyamanan diri. Seorang penafsir Alkitab yang bernama William Barclay menulis dalam bukunya “Menyangkal diri sendiri berarti, “Aku tidak mengenal diriku sendiri.” Hal itu berarti tidak mengenal eksistensi dari diri sendiri. Hal itu berarti memperlakukan diri sendiri sebagai yang seakan-akan tidak ada”. Dalam hidup ini biasanya kita memperlakukan diri kita sebagai yang paling penting dan yang harus diutamakan adalah kehendak diri kita. Sehingga kita seringkali tidak taat kepada kehendak Tuhan. Padahal apabila kita memperlakukan seakan-akan diri kita tidak ada maka seharusnya seakan-akan kehendak diri kitapun tidak ada. Maka dengan berani seharusnya kita berkata “Say YES to Jesus and Say NO to myself”. Belajarlah untuk mematikan kehendak pribadi dan kenyamanan diri untuk kemudian beralih kepada sikap taat sepenuhnya kepada kehendak Tuhan.

2. Memikul salib (Lukas 9:23)
Tentu saja memikul salib tidak dapat diartikan secara harafiah, yaitu dengan menaruh sebuah salib kayu yang berat dan kasar di pundak kita. Pikul salib artinya rela menanggung penderitaan bahkan berkorban nyawa demi Kristus. Pada masa Yesus, salib digunakan sebagai alat penghukuman bagi penjahat berat. Bukan hanya itu, salib juga digunakan sebagai alat untuk mempermalukan orang di hadapan umum. Ketika Tuhan meminta kita untuk memikul salib maka Ia menginginkan kita untuk mengikuti teladan-Nya, yaitu siap menanggung penderitaan bukan karena perbuatan kita, namun karena Kristus. William Barclay dalam bukunya menulis, “Memikul salib berarti siap-sedia untuk menghadapi penderitaan demi kesetiaan kepada Yesus; itu berarti siap untuk menjalani hal yang paling buruk demi kesetiaan kepada Yesus; berarti juga kesiapsiagaan untuk menjalani perlakuan yang sangat buruk yang dilakukan orang atas kita demi untuk menjadi benar kepada-Nya”. Sepanjang sejarah kekristenan mulai dari zaman PL, PB, dan sampai sekarang ini membuktikan bahwa mengikut Tuhan tidak pernah ada jaminan untuk selalu hidup enak. Para tokoh iman memberi contoh kepada kita bahwa dalam mengikut Tuhan harus selalu siap menanggung penderitaan. Dan Yesus sendiri tidak pernah berkata “If you follow Me everything is going well”. Alkitab mencatat dengan jujur bahwa ikut Tuhan juga harus bersedia menderita. Contohnya adalah Polikarpus. Dia adalah seorang anak Tuhan yang sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Karena imannya dia ditangkap oleh pemerintah Romawi kemudian diancam untuk dibunuh dengan cara dibakar hidu-hidup. Siapakah yang tidak ciut nyalinya jika menghadapi ancaman seperti itu? Lalu kepadanya ditanyakan, “Polikarpus, apakah engkau masih mau ikut Yesus? Kalau engkau tetap ikut Dia, saat ini pasti engkau tidak akan selamat. Tetapi jika engkau menyangkal-Nya maka engkau pasti akan selamat dari ancaman kematian”. Apa jawaban Polikarpus? Dengan serius dan tegas dia menjawab, “Sejak usia sembilan tahun aku telah mengenal kasih-Nya, dan sekarang aku telah berusia delapan puluh empat tahun, aku tidak pernah disakiti-Nya, bagaimana mungkin aku menyangkal Dia?” Akhirnya Polikarpus mati di dalam keteguhan imannya kepada Tuhan. Ini membuktikan bahwa dia rela menderita bahkan sampai berkorban nyawa demi Kristus. Apakah kita siap dan berani menderita bahkan sampai berkorban nyawa demi Kristus?

3. Mengikut Yesus (Lukas 9:23)
Mengikut Tuhan bukan hanya berbicara soal berjalan di belakang Tuhan, tetapi esensi yang lebih penting dari itu adalah menandakan pengabdian dan ketaatan kita kepada Tuhan. Mengikut Tuhan juga berarti berani meninggalkan segala sesuatu yang dapat menggantikan posisi Tuhan dalam hidup kita. Singkatnya kita harus menjadikan Tuhan sebagai yang terutama serta memuliakan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan kita. Seringkali di dalam proses mengikut Tuhan, kita tidak menjadikan Tuhan sebagai yang terutama. Lebih sering kita menjadikan Tuhan sebagai yang ke-2 atau nomer selanjutnya. Yang seringkali kita jadikan no 1 adalah diri kita sendiri, pekerjaan, study, hoby, harta benda, dll. Tanpa kita sadari kita sedang memberhalakan semuanya itu dan menduakan Tuhan. Jikalau kita menjadikan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup kita maka pengabdian dan ketaatan kita kepada Tuhan pun akan semakin besar.

4. Melayani Tuhan (Yohanes 12:26)
D C’ost adalah sebuah restaurant yang mempunyai moto “Mutu bintang lima, harga kaki lima”. Harganya murah tapi kualitasnya tidak murahan. Di bagian sebelumnya dikatakan bahwa dunia seringkali menilai sesuatu yang murah atau gratis itu pasti murahan, tidak berkualitas, gampang rusak, mengecewakan. Tanpa disadari konsep seperti ini sering kita bawa ke dalam gereja. Akibatnya pelayanan kita lakukan dengan asal-asalan. Karena kita berpikir bahwa keselamatan yang kita terima dari Tuhan juga gratis adanya. Dengan kata lain murahan, tidak bernilai, sepele. Sungguh ini adalah cara berpikir yang keliru dan harus dirubah. Keselamatan itu gratis dalam pengertian murni pemberian atau anugerah Tuhan. Sama sekali tidak ada andil manusia di dalamnya (bukan usaha dan pekerjaan manusia). Tetapi keselamatan yang gratis itu bukan berarti murahan karena:
A. Berharga nyawa Seorang Putra Allah.
B. Jalannya ialah via dolorosa, jalan penderitaan, jalan menuju salib.

Menyadari dua hal di atas maka kita akan berpikir seribu kali untuk mengatakan bahwa keselamatan yang gratis itu murahan. Karena keselamatan yang gratis itu ternyata mutunya luar biasa. Sehingga yang seharusnya tercermin di dalam pelayanan kita adalah:

A. Melayani dengan sungguh-sungguh
Tuhan tidak pernah mengerjakan karya keselamatan bagi umat manusia dengan setengah-setengah. Itu dilakukan-Nya dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu kita pun harus melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Semangat kita dalam melayani Dia adalah dengan semangat memberi yang terbaik karena Dia telah terlebih dahulu memberi yang terbaik kepada kita, yaitu Putra Tunggal-Nya untuk menjadi jalan keselamatan bagi kita yang berdosa. Sehingga kita yang seharusnya menderita dalam penghukuman kekal di Neraka dapat menikmati kebahagiaan kekal di Sorga bersama Yesus. Masakan kita tidak melayani-Nya dengan kesungguhan? Kalau untuk kita Yesus memberikan seluruh diri-Nya, 100 %, kurang adilkah kalau Ia juga menuntut dari kita 100 %, sebagai bukti kepercayaan, pengabdian, dan ketaatan kita kepada-Nya?

B. Melayani tanpa pamrih
Semangat memberi yang terbaik saja tidaklah cukup, tetapi harus dibarengi dengan jiwa yang melayani tanpa pamrih. Motivasi orang dalam melayani ada bermacam-macam. Salah satunya ada orang yang melayani dengan kesungguhan dan tak kenal lelah karena ingin mendapatkan pamrih (materi, pengakuan, pujian, sanjungan, jabatan gerejawi, dll) dan berkat berkelimpahan dari Tuhan. Seharusnya pelayanan yang kita lakukan adalah wujud dari ucapan syukur atas keselamatan yang Tuhan berikan. Kita melayani karena kita berterima kasih kepada Tuhan. Karena apa yang telah diberikan-Nya kepada kita tidak akan dapat kita bayarkan kembali meskipun dengan pelayanan yang sebaik apapun.

C. Melayani dengan sukacita
Semangat dan motivasi yang benar dalam melayani akan menjadi lebih sempurna apabila ditambah dengan hati yang bersukacita. Melayani tanpa sukacita akan membuat pelayanan semakin menjadi lebih berat. Mengapa terasa berat karena kita cenderung berpikir bahwa dalam pelayanan kita harus mengorbankan banyak hal, yaitu waktu, tenaga, konsentrasi, materi, dll. Ini yang lama-kelamaan akan membuat kita kehilangan sukacita dalam melayani karena kita berpikir dalam pelayanan kita selalu kehilangan dan tidak pernah mendapatkan. Apa yang kita berikan kepada Tuhan tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Yang menjadi dasar sukacita kita dalam melayani Tuhan adalah karena kita sudah mendapatkan jaminan keselamatan. Dialah Tuhan dan Raja atas hidup kita, mari layani Dia dengan sukacita.

Marilah dalam moment Jumat Agung dan Paskah ini kita tidak hanya merenungkan betapa besar kasih Allah bagi kita, yang merelakan Anak-Nya menjadi manusia, disiksa, disalibkan, mati, dikuburkan, dan bangkit bagi kita. Tetapi evaluasi diri apa yang sudah kita lakukan bagi Juruselamat kita? Sudahkah kita mengikut Dia dan menjadi murid-Nya dengan benar? Apakah kita sudah menyangkal diri, memikul salib setiap hari, mengikut Tuhan, dan melayani dengan benar sebagai wujud dari pengabdian dan ketaatan kita kepada Tuhan. Terlalu berharga keselamatan yang diberikan-Nya kepada kita. Sudahkah kita membayar harganya?


Selamat Hari Paskah 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar